Rabu, 05 Februari 2014

Hukum Kesehatan Rekam Medis

Hukum Kesehatan Rekam Medis

A. Hukum Kesehatan
1. Pengertian hukum kesehatan
    Menurut Prof.H.J.J.Leenen, Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan langsung pada pemberian pelayanan kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata, hukum administrasi, dan hukum pidana.
        Hukum kesehatan adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang hubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan yang berupa penerapan, hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi negara dalam kaitan dengan pemeliharaan kesehatan dan yang bersumber dari hukum otonom yang berlaku untuk kalangan tertentu saja, hukum kebiasaan, hukum yurisprudensi, aturan-aturan internasional, ilmu pengetahuan dan literatur yang ada kaitannya dengan pemeliharaan kesehatan (M. Jusuf Hanafiah; Amri Amir, 1999).
        Menurut Prof. Van der Mijn, Hukum kesehatan adalah kumpulan pengaturan yang berkaitan dengan pemberian perawatan dan juga penerapannya kepada hukum perdata, hukum pidana, dan hukum administrasi.
2. Aspek Hukum dalam Rekam Medis
               Ada beberapa hal dari rekam medis yang perlu dipahami dari aspek hukumnya secara benar oleh           semua pihak, baik manager, profesional maupun pasien. Hal-hal penting itu ialah tentang :
   a. Kepemilikan Rekam Medis
            Kalau dilihat bahwa rekam medis dibuat oleh dan utamanya untuk menunjang kepentingan health care provider maka tentunya berkas tersebut milik health care provider walaupun pasien juga bisa ikut memanfaatkannya. Kepemilikan tersebut sebetulnya tidak hanya terbatas pada berkasnya saja, tetapi juga isinya sebab rekam medis tanpa isi sama saja dengan kertas kosong yang tidak ada artinya sama sekali. Oleh sebab itu sudah tepat jika pasal 12 ayat (1) Permenkes nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang rekam medis menegaskan bahwa rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis adalah milik pasien ( Pasal 12 ayat (2)).
            Kesimpulannya adalah bahwa rekam medis milik health care provider sedang isinya bukan milik tetapi tentang pasien, dimana pasien juga berhak mengetahui atau diberitahu sesuai penjelasan Pasal 57 Undang-Undang Kesehatan serta berhak memanfaatkan rekam medis untuk diberitahu sesuai penjelasan menunjang kepentingannya (Sofwan, 2002: 80)
                Karena berkas rekam medis milik care provider maka konsekuensinya adalah :
   1) Health care provider berhak untuk:
     a)  Merancang desain rekam medis
     b)  Berhak menguasai rekam medis
     c)  Menggunakan isi rekam medis untuk kepentingannya.
     d)  Memusnahkan rekam medis yang sudah kadaluwarsa.
    e)  Menyerahkan berkas rekam medis yang sudah kadaluwarsa kepada pasien. Kebijakan ini lebih baik dari pada memusnahkan sebab tidak menutup kemungkinan rekam medis tersebut sangat berguna sebagai acuan diluar masa kadaluwarsa
   2) Health care provider berkewajiban untuk:
     a) Menyimpan berkas dengan baik sebab didalamnya terdapat data tentang pasien yang sewaktu-waktu diperlukan
     b) Menjaga dari kerusakan atau kehilangan
     c) Melaporkan berita acara pemusnahan berkas kepada Dirjen Pelayanan Medis
         Mengingat isi dari rekam medis merupakan data tentang pasien, sedangkan pasien sendiri berhak                   atas informasi maka konsekuansinya:
     1) Pasien berhak :
      a) Mengetahui tentang isi rekam medis.
      b) Menggunakan isi rekam medis sebagai kepentingannya, misalnya untuk kelengkapan klaim asuransi.
      c) Memberikan persetujuan (konsen) atau menolak memberikan persetujuan kepada pihak lain yang                 ingin memanfaatkan, baik individu atau lembaga (korporasi)
     2) Health Care Provider
    a) Memberikan isi rekam medis kepada pasien jika diminta, baik dalam bentuk lisan, salinan pada lembar          kertas, fotokopi, baik  full copy maupun sebagian
    b) Memberikan isi rekam medis kepada pihak lain jika syarat yuridisnya terpenuhi, yaitu ada ijin dari                 pasien yang bersangkutan
    c) Memberikan isi rekam medis kepada penegak hukum jika syarat yuridisnya terpenuhi
  b. Sifat Data / Isi Data Rekam Medis
        Sebagaimana diterangkan pada bagian penjelasan dari pasal 53 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009          tentang Kesehatan bahwa pasien barhak atas rahasia kedokteran. Atas dasar itu maka semua data yang         terdapat dalam rekam medis adalah bersifat konfidensial, dengan konsekuensi :
   1) Pasien berhak untuk :
     a) Dijaga kerahasiaan isi rekam medisnya
     b) Melepaskan sifat konfidensialitasnya
   2) Health care provider berkewajiban:
     a)  Menjaga kerahasiaan isi rekam medis dari orang-orang yang tidak berkepentingan
     b)  Memberitahukan isi rekam medis kepada pasien atau keluarganya jika ia masih anak-anak atau                     tidak sehat akalnya
    c)  Memberitahukan isi rekam medis kepada pihak (baik perorangan ataupun korporasi) yang disetujui               pasien
  c. Pemanfaatan Data / Isi Rekam Medis
        Pada hakikatnya rekam medis merupakan sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam kepentingan. Mengingat data tersebut bersifat konfidensial maka dalam hal penarikan, pemaparan ataupun penggunaan data untuk berbagai macam kepentingan perlu memperhatikan aspek hukumnya.
        Untuk data medis tanpa identitas (anonymous/ nameless data), tidak ada masalah hukum yang berarti hal tersebut dapat ditarik dipaparkan atau digunakan untuk berbagai kepentingan (misalnya penelitian) tanpa harus meminta izin lebih dahulu kepada pasien yang bersangkutan. Sedangkan untuk data dengan identitas (by name data) perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
   1) Siapa yang meminta data, yaitu:
     a) Pasien
     b) Penegak hukum
     c) Pihak lain
        Jika yang meminta penegak hukum harus memperhatikan hukum acara berlaku dan bila yang meminta pihak lain maka harus ada izin dari pasien yang bersangkutan.
   2) Untuk kepentingan apa, yaitu:
     a) Kepentingan yang menguntungkan pihak pasien
     b) Kepentingan penegakan hukum (law enforcemen)
     c) Kepentingan yang menguntungkan pihak lain
        Hal untuk kepentingan penegakan hukum harus memperhatikan hukum acara yang berlaku dan jika untuk kepentingan yang menguntungkan pihak lain harus ada izin dari pasien yang bersangkutan (Sofwan, 2002: 81).
3. Hubungan Hukum Kesehatan dengan Rekam Medis
a. Pengertian Rekam Medis
        Rekam medis menurut Huffman EK, 1992 adalah rekaman atau catatan mengenai siapa, apa, mengapa, bilamana, dan bagaimana pelayanan yang diberikan kepada pasien selama masa perawatan yang memuat pengetahuan mengenai pasien dan pelayanan yang diperolehnya serta memuat informasi yang cukup mengidentifikasi pasien, membenarkan diagnosis dan pengobatan serta merekam hasilnya.
        Depkes 2006 mendefinisikan rekam medis sebagai keterangan baik tertulis dan maupun terekam tentang identitas, anamnese, pemeriksaan fisik, laboraturium, diagnosa serta segala pelayanan dan tindakan medis yang diberikan kepada pasien dan pengobatan baik yang rawat inap, rawat jalan, maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat.
        Menurut pasal 1 Permenkes RI nomor 269/Menkes/Per/III/2008 rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
        Pertimbangan yang melatar belakangi rekam medis adalah untuk mendokumentasikan semua kejadian yang berkaitan dengan kesehatan pasien serta menyediakan sarana komunikasi diantara tenaga kesehatan bagi kepentingan perawatan penyakitnya yang sekarang maupun yang akan datang. Oleh sebab itulah, maka semua data medis perlu diungkap dan dicatat dalam bentuk sedemikian rupa seperti yang telah dikemukakan di atas.
b. Kegunaan rekam medis
   1) Sebagai alat komunikasi antara dokter dan antara tenaga ahli lainnya dalam perawatan kepada pasien
   2) Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan / perawatan yang harus diberikan kepada seorang pasien
   3) Sebagai bukti tertulis maupun terekam atas segala tindakan pelayanan, pengobatan dan pengembangan penyakit selama pasien berkunjung / dirawat di rumah sakit
   4) Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian, dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.
   5) Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya
   6) Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan
   7) Sebagai dasar dalam perhitungan biaya pembayaran dan pelayanan medis yang diterima oleh pasien
   8) Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikam, serta sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan                                                                               
        Dari beberapa formulir yang ada didalam rekam medis yang berkaitan erat dalam hukum kesehatan adalah informed consent.
        Menurut Permenkes Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 1 ayat (1) Persetujuan tindakan kedokteran (informed consent) adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
        Semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan, agar pasien mendapat perlindungan terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medis tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya, selain itu memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medis modern bukan tanpa risiko, dan pada setiap tindakan medis ada melekat suatu risiko (Permenkes Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3).  Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan. Jenis persetujuan tindakan medis antara lain :
   1.) Implied consent yaitu persetujuan yang dianggap telah diberikan walaupun tanpa pernyataan resmi, yaitu pada keadaan biasa dan pada keadaan darurat. Pada keadaan darurat yang mengancam jiwa pasien, tindakan menyelamatkan kehidupan (life saving) tidak memerlukan informed consent
   2.) Expresed consent yaitu persetujuan tindakan medik yang diberikan secara eksplisit, baik secara lisan (oral) maupun tertulis (writen)
        Hakikat informed consent adalah sebagai sarana legitimasi bagi dokter untuk melakukan intervensi medis yang mengandung risiko serta akibat yang tidak menyenangkan. Kebanyakan dokter menganggap bahwa informed consent merupakan alat yang dapat membebaskan mereka dari tanggung jawab hukum jika terjadi malpraktik. Anggapan seperti itu keliru dan menyesatkan mengingat malpraktik adalah masalah lain yang erat kaitannya dengan pelaksanaan yang tidak sesuai standar. Meskipun sudah mengantongi informed consent, tetapi jika pelaksanaannya tidak sesuai standar maka dokter tetap harus bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi.
        Hakikat yang sebenarnya dari informed consent adalah sarana legimitasi bagi dokter untuk melakukan intervensi medis yang mengandung risiko serta akibat yang tidak menyenangkan dan oleh karenanya hanya dapat membebaskan dokter dari tanggung jawab hukum atas terjadinya risiko serta akibat yang tidak menyenangkan saja. Pandangan hukum pidana, informed consent tidak dapat disamakan dengan “consent of the victim” dan tidak dapat dijadikan alasan pemanfaatan atau penghapusan malpraktik. 
        Hakikat lain dari informed consent adalah pernyataan sepihak, bukan pernyataan dua pihak seperti diduga banyak orang. Oleh sebab itu dalam hal ini diberikan saran tertulis maka hanya yang bersangkutan saja yang seharusnya menandatangani pernyataan yang perlu dikemukakan sebab dalam petunjuk pelakasaan yang dikeluarkan oleh direktorat Jendral Pelayanan Medis dinyatakan bahwa dokter harus ikut menandatangani informed consent tertulis sebagai bukti telah memberikan informasi (Sunny Ummul Firdaus, SH, MH, 2012

Judul KTI bagi Teman2 Rekam Medi...

Banyak tema yang bisa diangkat sebagai tugas akhir terkait dengan bidang rekam medis dan informasi kesehatan. Bahkan sesuatu yang sederhana bisa kita angkat menjdi tugas akhir, tergantung bagaimana kejelian kita melihat permasalahan yang ada serta mengangkat isu yang sedang hangat.
Berikut beberapa tema yang bisa diangkat sebagai tema tugas akhir pendidikan rekam medis dan informasi kesehatan:
1. Kepuasan pasien terhadap pelayanan di TPP
2. Perhitungan kebutuhan tenaga kerja (baik di UKRM maupun pada masing-masing sub-unit dari UKRM)
3. Faktor-faktor yang menghambat pelayanan di TPP
4. Analisis kualitatif dan kuantitatif berkas rekam medis
5. Ketidaklengkapan lembar atau form tertentu pada berkas rekam medis pasien
6. Keterlambatan pengembalian berkas rekam medis rawat inap ke UKRM
7. Kelengkapan / ketepatan kode eksternal causes dalam kaitannya dengan klaim asuransi
8. Kelengkapan / ketepatan kode diagnosis pada kasus ibu melahirkan
9. Ketepatan penegakan diagnosis utama penyebab kematian
10. Kelengkapan / ketepatan penentuan kode diagnosis utama penyebab kematian
11. Ketepatan penentuan kode tindakan menggunakan ICD 9 CM
12. Penghitungan kebutuhan rak penyimpanan berkas rekam medis
13. Perancangan map folder dan form rekam medis tertentu
14. Perancangan tracer atau out guide
15. Perancangan ruang UKRM yang ergonomis
16. Kompetensi staf UKRM
17. Perancangan user interface sistem informasi RS/ klinik/ Puskesmas/ Dokter praktek
18. Perancangan database sistem informasi RS/ klinik/ Puskesmas/ Dokter praktek
19. Pembuatan sistem informasi RS/ klinik/ Puskesmas/ Dokter praktek
20. Duplikasi nomor rekam medis
21. Missed File
22. Persiapan pemusnahan berkas rekam medis inaktif
23. Pelaksanaan penyusutan dan pemusnahan berkas rekam medis inaktif
24. Aspek keamanan ruang filing
25. Pelaksanaan sensus harian rawat inap
26. Faktor penghambat sensus harian rawat inap
27. Pelaksanaan INA DRG
28. Perbandingan biaya antara perhitungan fee for services dan case mix
29. Statistik rumah sakit terhadap pengambilan kebijakan manajemen rumah sakit
30. Feedback dinas kesehatan terhadap pelaporan Puskesmas/ Rumah Sakit
31. Faktor keterlambatan pelaporan ke dinas kesehatan
32. Elektronisasi atau digitalisasi pelaporan ke dinas kesehatan

Kamis, 31 Oktober 2013

REKAM MEDIS ITU UNTUK APA ?

Rekam Medis itu Penting.

       Rekam medis adalah profesi yang sangat penting di bidang kesehatan, terutama ketika Undang-undang Perlindungan Konsumen telah berjalan efektif. Kehadiran profesi ini lebih diperlukan karena tuntutan hukum telah semakin sering dilakukan terhadap dokter dan fasilitas pelayanan kesehatan. Setiap rumah sakit tipe A harus memiliki minimal enam profesional rekam medis, sedangkan rumah sakit tipe B minimal empat orang belum lagi di tambah rumah sakit tipe C dan Puskesmas - Puskesmas yeng ada di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan ini, sekitar 20.000 lapangan pekerjaan terbuka untuk profesional rekam medis seluruh Indonesia. Selain itu juga banyak tempat kerja lainnya di luar rumah sakit seperti perusahaan asuransi, Dinas Kesehatan ( DKK ) serta Apotek dll.

Denghindar Dari Jerawat < Intermeso >

Agar Jerawat Tak Muncul Lagi

Jerawat bisa disebabkan oleh banyak hal, termasuk faktor genetis dan hormon. Stres juga berperan besar menyebabkan jerawat. Meskipun Anda tidak bisa mengontrol apakah Anda memiliki kulit yang rawan terkena infeksi jerawat atau tidak, Anda bisa melakukan beberapa langkah berikut ini untuk mencegahnya.

1 Jangan menyentuh wajah Anda dengan tangan. Cobalah untuk tidak memencet jerawat, yang bisa membuat jerawat itu semakin besar atau menyebabkan bekas luka.

2. Jangan mengusap muka. Sebagian besar orang yang memilki jerawat atau pori-pori tersumbat cenderung mengusap muka mereka lebih keras, yang bisa menyebabkan iritasi kulit. Oleh karena itu,
gunakan pembersih yang lembut saat pagi dan sore hari.

3. Gunakan alas bedak tipis. Makeup yang digunakan untuk menutupi jerawat cenderung membuat pori-pori tersumbat dan menyebabkan lebih banyak kotoran. Cobalah menggunakan concealer yang terbuat dari bahan asam salisilat.

4. Ketahui jenis kotoran di wajah Anda. Perhatikan cara Anda menelepon, cara tidur menyamping, atau mungkin menyandarkan wajah Anda pada satu tangan. Cobalah untuk menghindari hal ini.

5. Lakukan perawatan kulit secara rutin. Pembersih, toner, and pelembap mengandung bahan-bahan seperti benzoil peroksida pembunuh bakteri penyebab jerawat.

6. Memperhatikan perawatan kulit Anda. Jika Anda melakukan perawatan kulit dan ternyata jerawat masih belum hilang, mungkin Anda perlu berkonsultasi kepada ahli dermatologi, yang bisa memberikan produk yang lebih tepat

Jumat, 26 Juli 2013

kebutuhan rak filing

FASILITAS ATAU SARANA FISIK PENYIMPANAN BERKAS REKAM MEDIS
1).RUANGAN
Ruangan yang digunakan untuk menyimpan berkas rekam medis harus ber AC. Suhu ideal yaitu 22 – 24 derajat celcius

2).ALAT PENYIMPANAN
a.Rak Terbuka (Open Self File Unit)
•Keuntungan Rak Rekam Medis Terbuka yaitu : harganya murah, Petugas lebih cepat dalam mengambil dan menyimpan berkas rekam medis.
•Kekurangan Rak Rekam Medis Terbuka yaitu : keamanan kurang terjamin, kurang hemat ruangan, pemeliharaan berkas kurang terjaga.
b.Roll O Pack (Mekanis dan elektris)
•Keuntungan Roll o Pack yaitu : menghemat tempat, keamanan lebih terjaga, pemeliharaan berkas lebih mudah.
•Kekurangan Roll o Pack yaitu : harganya mahal

3).LOKASI FILLING Meliputi :
•Sentralisasi
•Filling rawat jalan, rawat inap, dan IGD disimpan jadi satu.
•Perhitungan jumlah pasien dan tebal berkas merupakan hasil rata – rata dari rawat jalan, inap, IGD.
•Desentralisasi
•Filling rawat jalan (dan IGD) terpisah dengan rawat inap.
•Perhitungan rak disendirikan antara rawat jalan,rawat inap,dan IGD.

4).DASAR PERHITUNGAN RAK
•Jumlah pasien masuk rawat inap
•Jumlah pasien masuk rawat jalan
•Lama disimpan berkas rekam medis
•Tebal berkas rekam medis ranap
•Tebal berkas rekam medis ralan
•Panjang dan jumlah jajaran rekam medis
•Kebutuhan Rak

Minggu, 07 April 2013

ELECTRONIC HEALTH RECORD (EHR) atau REKAM KESEHATAN ELEKTRONIK: Change in the HIM Department

Hosizah*
Abstrak

Electronic Health Record (EHR) sudah banyak digunakan di berbagai rumah sakit di dunia sebagai pengganti atau pelengkap rekam kesehatan berbentuk kertas. Di Indonesia dikenal dengan Rekam Kesehatan Elektronik (RKE). Sejak berkembangnya e-Health, EHR menjadi jantung informasi dalam sistem informasi rumah sakit. EHR sudah mulai  digunakan di beberapa rumah sakit di Indonesia khususnya rumah sakit dengan penanam modal asing (PMA), namun demikian para tenaga kesehatan dan pengelola sarana pelayanan kesehatan masih ragu untuk menggunakannya karena belum ada peraturan perundangan yang secara khusus mengatur penggunaannya.
Sejak dikeluarkannya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 11 Tahun 2008 telah memberikan jawaban atas keraguan yang ada. UU ITE telah memberikan peluang untuk implemetasi  EHR. Artikel ini hasil studi pustaka tentang implementasi EHR, mencakup: studi kasus pemakaian EHR (Journal AHIMA), dampak EHR pada fungsi-fungsi Manajemen Informasi Kesehatan (MIK) dan pengujian penerimaan EHR.
Kata kunci: UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), Electronic Health Record (EHR), HIM (Health Information Management)

I.       Latar Belakang

Penyelenggaraan Rekam Medis di rumah sakit Indonesia dimulai Tahun 1989 sejalan dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.749a/Menkes/PER/XII/1989 tentang Rekam Medis, yang mana pengaturannya masih mencakup rekam medis berbasis kertas (konvensional). Rekam medis konvensional dianggap tidak tepat lagi untuk digunakan di abad 21 yang menggunakan informasi secara intensif dan lingkungan yang berorientasi pada otomatisasi pelayanan kesehatan dan bukan terpusat pada unit kerja semata.
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang melanda dunia telah berpengaruh besar bagi perubahan pada semua bidang, termasuk bidang kesehatan. Hal ini sesuai dengan program yang dicanangkan oleh pemerintah seperti tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2004 – 2009 yang menjelaskan bahwa “Arah kebijakan Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi difokuskan pada enam bidang prioritas, antara lain pengembangan teknologi dan informasi dan pengembangan teknologi kesehatan dan obat-obatan.
Salah satu penggunaan teknologi informasi (TI) di bidang kesehatan yang menjadi tren dalam pelayanan kesehatan secara global adalah rekam kesehatan elektronik. Selama ini rekam medis mengacu pada Pasal 46 dan Pasal 47 UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Permenkes No.269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medis sebagai pengganti dari Peraturan Menteri Kesehatan  No.749a/Menkes/PER/XII/1989.
Undang-undang No.29 Tahun 2004 sebenarnya telah diundangkan saat EHR sudah banyak digunakan, namun belum mengatur mengenai EHR.  Begitu pula Peraturan Menteri Kesehatan No.269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medis belum sepenuhnya mengatur mengenai EHR. Hanya pada Bab II pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa “Rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik”. Secara tersirat pada ayat tersebut memberikan ijin kepada sarana pelayanan kesehatan membuat rekam medis secara elektronik (EHR).
Penyelenggaraan EHR di rumah sakit sejalan dengan adanya tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang semakin berkualitas, karena salah satu keuntungan yang dapat diperoleh dengan EHR yaitu mencegah kejadian medical error melalui tiga mekanisme yaitu (1) pencegahan adverse event, (2) memberikan respon cepat segera setelah terjadinya adverse event dan (3) melacak serta menyediakan umpan balik mengenai adverse event. (Anis Fuad)
Keuntungan lain dari EHR yaitu dapat memberikan peringatan dan kewaspadaan klinik (clinical alerts and reminders), hubungan dengan sumber pengetahuan untuk menunjang keputusan layanan-kesehatan (health care decision support) dan analisis data agregat (Johan Harlan).
Selain itu dengan adanya EHR memungkinkan terselenggaranya komunikasi silang yang semakin kompleks antara sesama tenaga kesehatan dengan berbagai pihak yang sama-sama memberikan pelayanan kepada pasien  di sarana pelayanan kesehatan, dan EHR juga dapat digunakan sebagai salah satu masukan penting dalam  mengukur keberhasilan program kesehatan di instansi pelayanan yang ada. (Menkes RI, 2005).
Saat ini di Indonesia tercatat sekitar 1300 RS dan ribuan puskesmas (Menkes RI) yang tentunya pemerintah perlu memikirkan rancangan induk (grand disain) EHR yang disusun secara strategis per regional meliputi wilayah Indonesia Timur, Tengah dan Barat. Rancangan EHR tersebut tentunya harus dapat mengatasi hal-hal yang sering terjadi pada rekam medis berbasis kertas antara lain: (1) Aksesibilitas informasi kesehatan pasien belum real time, (2) kelengkapan, keakuratan dan keamanan informasi kesehatan pasien masih rendah, (3) Pemanfaatan data pasien dalam pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi di sarana pelayanan kesehatan oleh para pengelola sarana pelayanan kesehatan belum optimal, (4) Data pasien belum dioptimalkan oleh para tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan secara berkesinambungan dalam rangka pelayanan yang efektif dan efisien.
  1. II. Pengertian dan Kegunaan EHR
  1. A. Pengertian EHR
Rekam Kesehatan Elektronik atau Electronic Health Record sering disingkat EHR. EHR merupakan kegiatan mengkomputerisasikan isi rekam kesehatan dan proses yang berhubungan dengannya[1]. Pada awalnya rekam kesehatan di Indonesia masih dikenal dengan istilah rekam medis yang sampai saat inipun sebagian rumah sakit di Indonesia masih menggunakan istilah yang sama. Rekam Medis adalah “Himpunan fakta tentang kehidupan seorang pasien dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan lampau yang ditulis oleh para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien”. (Huffman, 1999)
Berdasarkan SK Menteri Kesehatan Nomor:269/Menkes/PER/III/2008 tentang rekam medis menjelaskan bahwa  rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Bab I pasal 1).
Rekam medis yang memuat informasi evaluasi keadaan fisik dan riwayat penyakit pasien amat penting dalam perencanaan dan koordinasi pelayanan pasien, bagi evaluasi lanjut serta menjamin kontinuitas pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu kelengkapan, keakuratan dan ketepatan waktu pengisian harus diupayakan dalam organisasi kesehatan karena amat penting bagi kelayakan tindakan pelayanan dan rujukan.
EHR bukanlah sistem informasi yang dapat dibeli dan diinstall seperti paket word-processing atau sistem informasi pembayaran dan laboratorium yang secara langsung dapat dihubungkan dengan sistem informasi lain dan alat yang sesuai dalam lingkungan tertentu.
EHR merupakan sistem informasi yang memiliki framework lebih luas dan memenuhi satu set fungsi, menurut Amatayakul Magret K dalam bukunya Electronic Health Records: A Practical, Guide for Professionals and Organizations harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
  • Mengintegrasikan data dari berbagai sumber (Integrated data from multiple source)
  • Mengumpulkan data pada titik pelayanan (Capture data at the point of care)
  • Mendukung pemberi pelayanan dalam pengambilan keputusan (Support caregiver decision making).
Sedangkan Gemala Hatta menjelaskan bahwa EHR terdapat dalam sistem yang secara khusus dirancang untuk mendukung pengguna dengan  berbagai kemudahan fasilitas untuk kelengkapan dan keakuratan data; memberi tanda waspada; peringatan; memiliki sistem untuk mendukung keputusan klinik dan menghubungkan data dengan pengetahuan medis serta alat bantu lainnya.
WHO juga memiliki pandangan yang berbeda tentang pengertian EHR, yang berlandaskan pada beberapa perbedaan penerapan EHR di beberapa negara. Namun demikian, WHO menjelaskan bahwa EHR idealnya harus mampu:
  • Collect clinical, administrative and financial data at the point time;
  • Exchange data more easily between health professionals to facilitate continuing care;
  • Measure clinical improvement and health outcomes, compare the outcomes againts benchmarks and facilitate research and clinical trials;
  • Provide valuable statistical data in a timely and efficient manner to public health and goverment ministries (such reporting of health data is important in the detection and monitoring of disease outbreaks, as well as providing meaningful and accurate statistics to measure the health status of the population; and Support management in administrative and financial reporting and other processes.
  1. B. Komponen EHR

Menurut Johan Harlan, komponen fungsional EHR, meliputi:
  • Data pasien terintegrasi
  • Dukungan keputusan klinik
  • Pemasukan perintah klinikus
  • Akses terhadap sumber pengetahuan
  • Dukungan komunikasi terpadu
Komponen EHR secara lengkap dapat dilihat pada gambar 1, di bawah ini:


Gambar 1. Komponen EHR
Untuk menunjang keberhasilan dalam membangun EHR di rumah sakit, institusi dan vendor juga harus melihat dan mempertimbangkan komponen dasar EHR seperti di bawah ini:
  1. Sistem Sumber
Adalah pengambilan data untuk menunjang infrastruktur yang berkaitan dengan EHR, meliputi:
-                                                                                        Sistem administrasi
-                                                                                        Financial/keuangan
-                                                                                        Data klinis dari unit-unit
  1. Pengintegrasian data
-          Repository (gudang data) yang memusatkan data dari berbagai komponen lain atau cara lain untuk mengintegrasikan data.
-          Rules Engine, yang menyediakan program logic yang dapat dipakai untuk menunjang keputusan seperti; kewaspadaan dan pernyataan, daftar permintaan (order set) dan protokol klinis.
-
Gambar 2: Kriteria EHR
Sumber pengetahuan, yakni membuat informasi yang selalu tersedia bagi kepentingan sumber-sumber luar.
-          Gudang data (data warehouse) data spesifik yang dapat diproses (yakni data agregat dan data yang akan dianalisis) yang menghasilkan informasi yang amat berguna.
  1. c. Human interface
-          Memperoleh data dalam waktu yang tepat bagi pelayanan (at the point of care) dan kemampuan untuk mengakses data, aturan dan proses data (mined data) melalui data agregat dan analisis data.
-
Sumber: Computer based Patient Record Institute (CPRI)
Pengambilan keputusan untuk menunjang pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara apapun termasuk memasukkan dan mengeluarkan data melalui: terminal komputer, komputer pribadi, PC, Notebook, PDA, sistem pengenalan suara, tanda tangan dll.
Komponen dasar EHR dapat dilihat pada gambar 2, berikut ini:

III. Implementasi EHR di Saryankes

Salah satu aspek yang paling sulit dalam menerapkan EHR adalah pada tahapan implementasi. Ada beberapa alternatif implementasi yaitu:
  • Implementasi seluruh fungsi di semua unit (instalasi) pada saat yang sama secara menyeluruh di rumah sakit,
  • Implementasi seluruh fungsi pada satu unit (instalasi). Jika di lokasi tersebut sudah stabil, kemudian dilanjutkan ke seluruh lokasi lain pada saat yang sama,
  • Implementasi fungsi-fungsi terbatas pada seluruh unit (instalasi), misalnya permintaan tes laboratorium secara elektronik. Jika fungsi ini sudah menjadi bagian dari kegiatan klinik secara rutin, kemudian menerapkan lebih banyak fungsi lagi,
  • Kombinasi dari pendekatan-pendekatan di atas, misalnya menerapkan fungsi terbatas pada satu lokasi. Jika fungsi tersebut sudah stabil, kemudian memperluas berbagai fungsi pada lokasi tersebut dan kemudian diperluas ke berbagai unit di seluruh rumah sakit.
Keuntungan yang dapat diperoleh dengan EHR yaitu mencegah kejadian medical error melalui tiga mekanisme yaitu:
  1. Pencegahan adverse event,
  2. Memberikan respon cepat segera setelah terjadinya adverse event dan
  3. Melacak serta menyediakan umpan balik mengenai adverse event. (Anis Fuad)
Kelemahan EHR di Saryankes:
  • Membutuhkan investasi awal yang lebih besar daripada rekam medis kertas, untuk perangkat keras, perangkat lunak dan biaya penunjang
  • Waktu yang diperlukan oleh key person dan dokter untuk mempelajari sistem dan merancang ulang alur kerja.
  • Konversi rekam medis kertas ke EHR membutuhkan waktu, sumber daya, tekad dan kepemimpinan
  • Risiko kegagalan sistem komputer
  • Masalah pemasukan data oleh dokter
  • Analisis data agregat
Beberapa permasalahan yang akan muncul pada sistem EHR, yaitu
  • Pemasukan data (data entry), meliputi: pengambilan data (data capture), input data, pencegahan error, data entry oleh dokter,
  • Tampilan data (data display), meliputi: flowsheet data pasien, Ringkasan dan abstrak, turnaround documents, tampilan dinamik,
  • Sistem kuiri (tanya; query) dan surveilans, meliputi pelayanan klinik, penelitian klinik, studi retrospektif dan administrasi.
Isu utama yang harus di atasi menurut Johan Harlan, yaitu: (1) Kebutuhan terhadap standar di bidang terminology klinik, (2) Keperdulian terhadap privacy, kerahasiaan, dan keamanan data, (3) Penentangan terhadap pemasukan data (data entry) oleh dokter dan (4) Kesulitan sehubungan dengan integrasi system rekam medis dengan sumber informasi lain dalam pelayanan kesehatan.
IV. Strategi Implementasi dan  Pengembangan EHR

Faktor yang mendukung adopsi EHR di saryankes:
  • Perubahan ekonomi kesehatan dengan adanya trend untuk melakukan penghematan,
  • Peningkatan komputer literacy dalam populasi umum, termasuk generasi baru klinikus,
  • Perubahan kebijakan pemerintah,
  • Peningkatan dukungan terhadap komputasi klinik.
Faktor-faktor yang menghambat adopsi EHR:
  1. Pihak Manajemen RS
-          Ketidakmatangan teknologi, termasuk disparitas antara tingkat pertumbuhan kapasitas perangkat keras dengan tingkat produktivitas pengembangan perangkat lunak
-          Butuh modal awal untuk investasi
-          Penyelesaian dan instalasi perangkat lunak seringkali terlambat dari yang direncanakan
-          Perbaikan untuk implementasi butuh tambahan biaya besar dan waktu yang lama
-          Permasalahan pada pengembangan perangkat lunak meningkatkan resistensi lokal dan menurunkan produktivitas klininikus.
  1. Pihak Klinikus
-          Aplikasi tidak ramah pada pengguna,
-          Fokus utama administrator kesehatan tertuju pada sistem keuangan,
-          Membutuhkan waktu yang lama untuk penanganan pasien khususnya dalam pengisian data
-          Sistem EHR meningkatkan dokter menyelesaikan pengumpulan informasi secara intensif, tetapi sulit memfokuskan perhatian pada aspek komunikasi lain dengan pasien,
-          EHR memerlukan terlalu banyak langkah untu menyelesaikan tugas sederhana,
-          EHR tidak efektif mengakomodasi dengan masalah berganda,
-          Dekstop di ruang periksa mengganggu arah posisi duduk dokter dan pasien,
-          Keamanan desktop di ruang periksa tidak terjamin jika pengunjung membawa anak-anak yang sangat aktif.
Berdasarkan beberapa hal yang diketahui dalam implementasi EHR, maka diperlukan standar EHR untuk meningkatkan kualitas dan pengembangan kebijakan kesehatan, yaitu (1) Mengurangi biaya pengembangan, (2) Meningkatkan keterpaduan data, (3) Memfasilitasi pengumpulan data agregat yang bermakna.
Sebagai strategi dalam implementasi EHR yang pertama, yaitu perlu adanya pemilihan Sistem EHR di sarana pelayanan kesehatan, melalui tahapan:
  1. Penelusuran kebutuhan
    1. Tim kerja/komite
Merupakan komponen yang esensial dalam asesmen dan seleksi sistem. Kepemimpinan tim ini bisa berdampak pada kesuksesan atau kegagalan proyek. Tim ini umumnya dipimpin oleh seorang manajer atau direktur pelayanan informasi atau orang yang memiliki posisi administratif yang menentukan dalam struktur di organisasi tersebut
  1. Konsultan
Konsultan dapat dibutuhkan dan dilibatkan dalam setiap tahap seleksi sistem termasuk tahap penelusuran kebutuhan.
  1. Pengembangan visi
Pada tahap ini sudah harus bisa direfleksikan visi, misi, tujuan, lingkup pelayanan dari organisasi. Hal-hal ini harus mengidentifikasi bagaimana langkah pengembangan dari organisasi akan dapat meningkatkan pelayanan terhadap konsumen/klien (termasuk misalnya meningkatkan arti dan keakuratan data klien, peningkatan kualitas dan juga peningkatan kenyamanan kerja karyawan).
  1. Pemahaman sistem yang ada
Dengan memahami keadaan tentang bagaimana saat ini proses pencatatan data, pemrosesan dan pendayagunaan informasinya bisa menjadi ”starting point” dalam penelusuran kebutuhan.
Metode yang dapat digunakan untuk kebutuhan ini meliputi wawancara (dengan atau tanpa kuesioner) dan observasi terhadap kegiatan harian dalam lingkup yang akan dikembangkan.
Tujuan yang ingin dicapai dalam tahap ini adalah untuk mengetahui:
-          jenis informasi apa saja yang dibutuhkan oleh setiap pengguna
-          siapa saja yang menggunakan informasi yang dihasilkan oleh sistem
-          bagaimana informasi tersebut didayagunakan
-          di tingkat mana saja dan dalam konteks apa saja informasi tersebut dibutuhkan
-          media apa saja yang dibutuhkan dalam penangkapan data dan penyampaian informasinya.
  1. Penentuan kebutuhan sistem
Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan sistem adalah dengan interview terhadap staf dari setiap unit atau area kerja yang terkait. Interviewer harus menanyakan informasi apa saja yang dibutuhkan oleh unit tersebut dan apa yang diinginkan tapi tidak bersifat esensial (tidak harus ada). Hal yang ”dibutuhkan” selanjutnya akan termasuk dalam kriteria necessary/must sedangkan hal yang ”diinginkan” akan termasuk dalam kriteria desired/wants.
Contoh informasi yang esensial tentang klien misalnya nama pasien, dokter yang merawat, dan informasi tentang asuransinya. Hal yang tidak dibutuhkan saat ini (wants) bisa ditelaah lagi apakah memang akan menjadi penting pada saat yang akan datang, misalnya penerapan teknologi pengenal suara/voice recognation.
Sebagai strategi lain dalam implementasi EHR, yaitu harus diantisipasi adanya kesalahan (error) yang mungkin terjadi, yakni error within dan error without.
  1. The Errors Within (Intrinsic risk factors): Intrinsic risk factors are anticipated sources of errors, which are within the control of the information producer or user, include:
-    Design: Proses disain mendefinisikan kebutuhan users, fungsi sistem dan alur kerja sistem
-    Data; perlu adanya standarisasi (alur data)
-    Deployment; ujicoba sistem baru
-    Development; fase pengembangan konstruksi dan verifikasi disain system
-    Detection; Deteksi kesalahan perlu dilakukan
  1. 2. The Errors Without (Extrinsic risk factors): Extrinsic risk factors are unanticipated errors caused by factors outsides of the system and beyond the control of information producers or users, include:
-          Change; perlu adanya perubahan-perubahan sesuai perkembangan
-          Communication; diperlukan antar para pengguna (users)
-          Complexity; banyaknya variasi komponen dan interface pada sistem RKE
-          Corruption
-          Conversion; terjadi pada penyatuan, pemisahan dan transformasi informasi ke media lain
Teknologi penunjang EHR merupakan strategi keberhasilan implementasi EHR, yaitu:
  1. Teknologi dan Kualitas Data; teknologi dan database serta manajemen basis data
    1. Aplikasi
    2. Pelayanan rawat jalan
    3. Pelayanan rawat inap
    4. Penunjang diagnostik
    5. Lain-lain: registrasi, statistik kesehatan, riset dan epidemiologi dll
    6. Tipe Data, Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
      1. Tipe Data: tulisan, angka, suara, image/film, video, gambar, tanda (EEG dan ECT)
      2. Perangkat keras (Hardware); pheriperal equipment (CD Rom), Data input device (workstation dan PC), Output Devicenya (printer dan modem)
      3. Perangkat lunak (Software); programming language, database.
      4. Lain-lain.
Hasil survey Capgemini seperti dijelaskan pada jurnal American Health Information Management Association (AHIMA) Januari 2005 bahwa 90% pimpinan dari sarana pelayanan kesehatan merencanakan untuk menerapkan EHR dalam enam bulan yang akan datang. Lebih dari 50% responden mengatakan sudah melakukan diskusi internal atau rapat yang membahas tentang penerapan EHR serta para pimpinan tersebut telah mengembangkan analisis keuangan terhadap dampak penerapan EHR. Pada survey tersebut juga diperoleh informasi bahwa lebih dari 70% responden setuju bahwa penerapan EHR akan memberikan keuntungan finansial.
Modal atau investasi awal merupakan barrier utama dalam penerapan EHR. Kendala-kendala lain dalam penerapan EHR meliputi: (1) Physician resistance, (2) Lack of technology standards, (3) Staff workload.
Beberapa renponden juga menyatakan bahwa budaya pelayanan kesehatan masa kini merupakan barrier pada EHR. Berdasarkan survey ini juga dijelaskan bahwa perbedaan luas adopsi EHR memerlukan perubahan utama perilaku, aliran kerja (workflows), hubungan antara organisasi kesehatan. Para pimpinan menyarankan kepada pemerintah untuk:
-    Mengembangkan standar teknologi (developed technology standards),
-    Menyediakan subsidi keuangan untuk mendorong penerapan EHR (provide subsidies or tax credits to encourage adoption of EHRs),
-    Menjalankan tugas (mandate compliance),
-    Mengedukasi para dokter dan masyarakat tentang keuntungan EHR (educate physicians and the public about EHR benefits),
-    Menetapkan departemen pusat untuk menyediakan pandangan secara nasional (establish a federal department to provide national oversight).

V. Change in the HIM Department

Implementasi EHR di Sarana Pelayanan Kesehatan yang saat ini menjadi isu hangat akan  berdampak di dalam perubahan penyelenggaraan unit kerja Rekam Medis dan Informasi Kesehatan (HIM Deparment). Unit kerja RMIK semula yang berbasis ruang kerja ke depan akan menjadi “Department without Walls”, “No handling of paper charts, no filing of loose sheets,  and no photocopying of records” and Coding of diagnoses and procedures is already being performed successfully online.
Peran profesional MIK yang akan datang mencakup: Manajer MIK, Spesialis data klinis, Koordinator informasi pasien, Manajer kualitas data, Manajer sekuritas informasi, Administrator sumber data, dan Riset dan spesialis penunjang keputusan.
Beberapa fungsi yang selama ini dilakukan oleh para praktisi RMIK, akan bergeser menjadi lebih sedikit dan sebagian lagi akan ditiadakan. Secara rinci beberapa fungsi dan pergeserannya akan dibahas pada artikel “Peran Profesional MIK dalam EHR” edisi yang akan datang.

VI.  Penutup

Implementasi EHR merupakan suatu tuntutan dan kebutuhan bagi setiap sarana pelayanan kesehatan yang dipicu oleh peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Untuk itu diperlukan pemahaman bersama dalam strategi imlementasi EHR.
Kunci sukses implementasi EHR di saryankes tidak terlepas dari peran serta pemerintah dalam menyiapkan kebijakan terkait dengan implementasi EHR antara lain: Standarisasi model EHR yang sesuai di sarana pelayanan kesehatan Indonesia, Peraturan Pemerintah sebagai penjabaran dari UU ITE No. 11 tahun 2008 dan Pedoman pelaksanaan EHR di saryankes termasuk standarisasi istilah-istilah data dasar yang diperlukan dalam EHR.
Professional Rekam Medis dan Infomasi Kesehatan atau Manajemen Informasi Kesehatan (MIKI) wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang TIK untuk mengantisipasi beberapa peran professional MIK yang akan datang.

Daftar Pustaka

Abdelhak Mervat, et.al. Health Information Management of Strategic Resource. W.B. Saunders Company, 2002
Amatayakul Margret K., Electronic Health Records: A Practical Guide for Professionals and Organizations, American Health Information Management Assosiation (AHIMA), Chicago Illinois, 2004
Berg Marc, Health Information Management Integrating Information Technology in Health Care Work, Routledge, New York, 2004
Deborah Kohn, When the Writ Hits the Fan: The Importance of Managing Electronic Health Records (EHR), Journal AHIMA, September 2004 – 75/8
Fuad Anis, Persiapan Tenaga Medis dalam Persiapan RKE di Indonesia, Makalah dalam seminar sehari Rekam Kesehatan Elektronik, Jakarta 2005
Fuad Anis, Teknologi Informasi untuk Keselamatan Pasien, (artikel elektronik) diakses tanggal 14 Mei 2008, http://www.desentralisasi-kesehatan.net
Hagland Mark, Clinic EHR Streamlines HIM Department, Journal AHIMA, March 2003 – 74/3
Hatta Gemala, Paradigma Baru Rekam Medis: Manajemen Informasi Kesehatan, Makalah dalam seminar sehari Rekam Kesehatan Elektronik, Jakarta 2005
Hanson Susan P., The EHR in India, Journal AHIMA, January 2005 – 76/1
Harlan Johan, Dari Rekam Medik Kertas ke Rekam Kesehatan Elekronik, (artikel elektronik) diakses tanggal 14 Mei 2008.
Huffman, Edna K., Health Information Management, 10th Ed. Berwyn, Illinois: Physicians’ Record Company, 1999
Latour Kathleen M., Shirley Eichenwald. Health Information Management: Concepts, Principles and Practice. Chicago Illinois: American Health Information Management Association (AHIMA), 2002
Madhavan Nayar and Sharon Miller, Anticipating Error: Identifying Weak Links in the Electronic Healthcare Environment, Journal AHIMA, September 2004 – 75/8
Menteri Kesehatan, 2008: Peraturan Menteri Kesehatan Nomor. 269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medis, Depkes RI, Jakarta
Mon Donald T., E-HIM Fundamentals: Defining the Differences between the CPR, EMR, and EHR, Journal AHIMA, October 2004 – 75/9
Rollins Gina, Turning a Physician Practice on Its Head: Kaisar Leader Reveals the Challenges, Benefits of EHR, Journal AHIMA, March 2003 – 74/3
Shortliffe Edward H., Leslie E. Perreault. Medical Informatics: Computer Applications in Health Care. Addison-Wesley Publishing Company, Inc. 1990
Sub. Dit. Keterapian Fisik Direktorat Keperawatan dan Keteknisian Medik, Dirjen Yanmed Depkes RI, Draft Rancangan Rekam Kesehatan Elektronik (RKE), Jakarta, 2005
World Health Organization, Medical Record Manual for Developing Countries, Geneva, 2006

DIFUSI OSMOSIS

Difusi merupakan peristiwa mengalirnya atau berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah, sedangkan osmosis adalah perpindahan air melalui membran permeabel selektif dari bagian yang lebih encer ke bagian yang lebih pekat. Contoh peristiwa difusi yang sederhana adalah pemberian gula pada cairan teh tawar dan contoh peristiwa osmosis adalah kentang yang dimasukkan ke dalam air garam.
Kecepatan difusi ditentukan oleh : jumlah zat yang tersedia, kecepatan gerak kinetik dan jumlah celah pada membran sel. Difusi sederhana ini dapat terjadi melalui dua cara:
a. Melalui celah pada lapisan lipid ganda, khususnya jika bahan berdifusi terlarut lipid
b. Melalui saluran licin pada beberapa protein transpor.
Tekanan osmotik merupakan sifat koligatif, yang berarti bahwa sifat ini bergantung pada konsentrasi zat terlarut, dan bukan pada sifat zat terlarut itu sendiri.
Faktor yang mempengaruhi difusi :
1. Suhu, makin tinggi difusi makin cepat
2. BM makin besar difusi makin lambat
3. Kelarutan dalam medium, makin besar difusi makin cepat
4. Perbedaan Konsentrasi, makin besar perbedaan konsentrasi antara dua bagian, makin besar proses difusi yang terjadi.
5. Jarak tempat berlangsungnya difusi, makin dekat jarak tempat terjadinya difusi, makin cepat proses difusi yang terjadi.
6. Area Tempat berlangsungnya Difusi, makin luas area difusi, makin cepat proses difusi.

Soal :
1. Berdasarkan video tersebut jelaskan perbedaan antara difusi dengan osmosis !
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Equilibrium pada proses difusi dan osmosis!
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hipertonis, isotonis, dan hipotonis !

Jawab :
1. Difusi merupakan peristiwa mengalirnya atau berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Osmosis adalah perpindahan air melalui membran permeabel selektif dari bagian yang lebih encer ke bagian yang lebih pekat.
2. Equilibrium merupakan keadaan dimana kedua zat bercampur/imbang.
3. Hipertonis adalah keadaan dimana konsentrasi pelarut lebih besar dari pada zat terlarut.
Isotonis adalah keadaan dimana konsentrasi pelarut sama besar dari pada zat terlarut.
Hipotonis adalah keadaan dimana konsentrasi pelarut lebih kecil dari pada zat terlarut.




Doc 2
l) Mekanisme difusi
Difusi merupakan proses perpindahan atau pergerakan molekul zat atau gas dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Difusi melalui membran dapat berlangsung melalui tiga mekanisme, yaitu difusi sederhana (simple difusion),d ifusi melalui saluran yang terbentuk oleh protein transmembran (simple difusion by chanel formed), dan difusi difasilitasi (fasiliated difusion).
Difusi sederhana melalui membrane berlangsung karena molekul -molekul yang berpindah atau bergerak melalui membran bersifat larut dalam lemak (lipid) sehingga dapat menembus lipid bilayer pada membran secara langsung. Membran sel permeabel terhadap molekul larut lemak seperti hormon steroid, vitamin A, D, E, dan K serta bahan-bahan organik yang larut dalam lemak, Selain itu, memmbran sel juga sangat permeabel terhadap molekul anorganik seperti O,CO2, HO, dan H2O. Beberapa molekul kecil khusus yang terlarut dalam serta ion-ion tertentu, dapat menembus membran melalui saluran atau chanel. Saluran ini terbentuk dari protein transmembran, semacam pori dengan diameter tertentu yang memungkinkan molekul dengan diameter lebih kecil dari diameter pori tersebut dapat melaluinya. Sementara itu, molekul – molekul berukuran besar seperti asam amino, glukosa, dan beberapa garam – garam mineral , tidak dapat menembus membrane secara langsung, tetapi memerlukan protein pembawa atau transporter untuk dapat menembus membrane.
Proses masuknya molekul besar yang melibatkan transforter dinamakan difusi difasilitasi.

2) Mekanisme Difusi dan Difasilitasi
Difusi difasiltasi (facilitated diffusion) adalah pelaluan zat melalui rnembran plasrna yang melibatkan protein pembawa atau protein transforter. Protein transporter tergolong protein transmembran yang memliki tempat perlekatan terhadap ion atau molekul vang akan ditransfer ke dalam sel. Setiap molekul atau ion memiliki protein transforter yang khusus, misalnya untuk pelaluan suatu molekul glukosa diperlukan protein transforter yang khusus untuk mentransfer glukosa ke dalam sel.
Protein transporter untuk grukosa banyak ditemukan pada sel-sel rangka, otot jantung, sel-sel lemak dan sel-sel hati, karena sel – sel tersebut selalu membutuhkan glukosa untuk diubah menjadi energy.
3) Mekanisme osmosis
Osmosis adalah proses perpindahan atau pergerakan molekul zat pelarut, dari larutan yang konsentrasi zat pelarutnya tinggi menuju larutan yang konsentrasi zat pelarutya rendah melalui selaput atau membran selektif permeabel atau semi permeabel. Jika di dalam suatu bejana yang dipisahkan oleh selaput semipermiabel, jika dalam suatu bejana yang dipisahkan oleh selaput semipermiabel ditempatkan dua Iarutan glukosa yang terdiri atas air sebagai pelarut dan glukosa sebagai zat terlarut dengan konsentrasi yang berbeda dan dipisahkan oleh selaput selektif permeabel, maka air dari larutan yang berkonsentrasi rendah akan bergerak atau berpindah menuju larutan glukosa yang konsentrainya tinggi melalui selaput permeabel. jadi, pergerakan air berlangsung dari larutan yang konsentrasi airnya tinggi menuju kelarutan yang konsentrasi airnya rendah melalui selaput selektif permiabel. Larutan vang konsentrasi zat terlarutnya lebih tinggi dibandingkan dengan larutan di dalam sel dikatakan .sebagai larutan hipertonis. sedangkan larutan yang konsentrasinya sama dengan larutan di dalam sel disebut larutan isotonis. Jika larutan yang terdapat di luar sel, konsentrasi zat terlarutnya lebih rendah daripada di dalam sel dikatakan sebagai larutan hipotonis.

Doc 3
Pengertian Difusi, Osmosis, Transpor Aktif, Endositosis & Eksositosis

Gerakan zat melalui membran dibedakan menjadi dua macam, yaitu gerakan pasif yang tidak menggunakan energi dan gerakan aktif yang memerlukan energi, yang termasuk gerakan pasif adalah difusi dan osmosis, sedang yang termasuk gerakan aktif adalah transpor aktif, endositosis, dan eksositosis.


1. Difusi

Difusi adalah peristiwa perpindahan molekul zat dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi lebih rendah untuk mencapai kesamaan konsentrasi. Di tingkat sel, difusi bermacam bahan, termasuk air terjadi terus menerus dan di mana-mana.

2. Osmosis

Osmosis, yaitu perpindahan melekul air melalui selaput semipermiabel dari larutan yang hipotonis (kepekatan rendah) ke larutan hipertonis (kepekatan tinggi).

3. Transpor Aktif

Transpor aktif adalah perpindahan zat melalui membrane selektif permiabel dari tempat yang konsentrasi zatnya rendah ke tempat yang konsentrasi zatnya tinggi menggunakan energi (ATP) dan enzim pengangkut (protein carier).

Senyawa yang berupa karbohidrat agar dapat diserap harus dipecah atau disederhanakan dahulu menjadi monosakarida, seperti fruktosa, glukosa dan galaktosa. Senyawa-senyawa
tersebut masih bersifat pasif sehingga sukar diserap oleh sel. Untuk itu harus diaktifkan lebih dahulu dengan menggunakan energi yang tersimpan di dalam sel berupa energi kimia yang disebut ATP (Adenosin Tri Phospat).

Untuk membebaskan energi ATP diperlukan enzim tertentu sehingga terbatas energinya berupa 1 mol phospat sehingga sisanya berupa ADP (Adenosin Diphospat). Peristiwa inilah yang disebut transpor aktif.

Transpor aktif melawan gradien konsentrasi suatu zat. Contohnya pompa Na+, K+.

4. Endositosis dan Eksositosis

Endositosis adalah proses memasukkan zat-zat padat atau tetes-tetes cairan melalui membran sel sedangkan eksositosis adalah proses mengeluarkan zat-zat padat atau tetes-tetes cairan melalui membran sel.

Endositosis dan eksositosis dapat terjadi pada organisme bersel satu seperti Amoeba dan Paramaecium dan sel-sel tertentu dari tubuh Vertebrata misalnya sel darah putih.


Difusi adalah peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Contoh yang sederhana adalah pemberian gula pada cairan teh tawar. Lambat laun cairan menjadi manis. Contoh lain adalah uap air dari cerek yang berdifusi dalam udara.
Osmosis adalah perpindahan air melalui membran permeabel selektif dari bagian yang lebih encer ke bagian yang lebih pekat. Membran semipermeabel harus dapat ditembus oleh pelarut, tapi tidak oleh zat terlarut, yang mengakibatkan gradien tekanan sepanjang membran. Osmosis merupakan suatu fenomena alami, tapi dapat dihambat secara buatan dengan meningkatkan tekanan pada bagian dengan konsentrasi pekat menjadi melebihi bagian dengan konsentrasi yang lebih encer. Gaya per unit luas yang dibutuhkan untuk mencegah mengalirnya pelarut melalui membran permeabel selektif dan masuk ke larutan dengan konsentrasi yang lebih pekat sebanding dengan tekanan turgor. Tekanan osmotik merupakan sifat koligatif, yang berarti bahwa sifat ini bergantung pada konsentrasi zat terlarut, dan bukan pada sifat zat terlarut itu sendiri.
Osmosis adalah suatu topik yang penting dalam biologi karena fenomena ini dapat menjelaskan mengapa air dapat ditransportasikan ke dalam dan ke luar sel.
Osmosis terbalik adalah sebuah istilah teknologi yang berasal dari osmosis. Osmosis adalah sebuah fenomena alam dalm sel hidup di mana molekul “solvent” (biasanya air) akan mengalir dari daerah “solute” rendah ke daerah “solute” tinggi melalui sebuah membran “semipermeable”. Membran “semipermeable” ini menunjuk ke membran sel atau membran apa pun yang memiliki struktur yang mirip atau bagian dari membran sel. Gerakan dari “solvent” berlanjut sampai sebuah konsentrasi yang seimbang tercapai di kedua sisi membran.
Reverse osmosis adalah sebuah proses pemaksaan sebuah solvent dari sebuah daerah konsentrasi “solute” tinggi melalui sebuah membran ke sebuah daerah “solute” rendah dengan menggunakan sebuah tekanan melebihi tekanan osmotik. Dalam istilah lebih mudah, reverse osmosis adalah mendorong sebuah solusi melalui filter yang menangkap “solute” dari satu sisi dan membiarkan pendapatan “solvent” murni dari sisi satunya.