Hukum Kesehatan Rekam Medis
A. Hukum Kesehatan
1. Pengertian hukum kesehatan
Menurut Prof.H.J.J.Leenen, Hukum kesehatan adalah semua peraturan
hukum yang berhubungan langsung pada pemberian pelayanan kesehatan dan
penerapannya pada hukum perdata, hukum administrasi, dan hukum pidana.
Hukum kesehatan adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur
tentang hubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan yang berupa
penerapan, hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi negara
dalam kaitan dengan pemeliharaan kesehatan dan yang bersumber dari hukum
otonom yang berlaku untuk kalangan tertentu saja, hukum kebiasaan,
hukum yurisprudensi, aturan-aturan internasional, ilmu pengetahuan dan
literatur yang ada kaitannya dengan pemeliharaan kesehatan (M. Jusuf
Hanafiah; Amri Amir, 1999).
Menurut Prof. Van der Mijn, Hukum kesehatan adalah kumpulan
pengaturan yang berkaitan dengan pemberian perawatan dan juga
penerapannya kepada hukum perdata, hukum pidana, dan hukum administrasi.
2. Aspek Hukum dalam Rekam Medis
Ada beberapa hal dari rekam medis yang perlu dipahami
dari aspek hukumnya secara benar oleh semua pihak, baik
manager, profesional maupun pasien. Hal-hal penting itu ialah tentang :
a. Kepemilikan Rekam Medis
Kalau dilihat bahwa rekam medis dibuat oleh dan utamanya
untuk menunjang kepentingan health care provider maka tentunya berkas
tersebut milik health care provider walaupun pasien juga bisa ikut
memanfaatkannya. Kepemilikan tersebut sebetulnya tidak hanya terbatas
pada berkasnya saja, tetapi juga isinya sebab rekam medis tanpa isi sama
saja dengan kertas kosong yang tidak ada artinya sama sekali. Oleh
sebab itu sudah tepat jika pasal 12 ayat (1) Permenkes nomor
269/Menkes/Per/III/2008 tentang rekam medis menegaskan bahwa rekam medis
milik sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis adalah
milik pasien ( Pasal 12 ayat (2)).
Kesimpulannya adalah bahwa rekam medis milik health care
provider sedang isinya bukan milik tetapi tentang pasien, dimana pasien
juga berhak mengetahui atau diberitahu sesuai penjelasan Pasal 57
Undang-Undang Kesehatan serta berhak memanfaatkan rekam medis untuk
diberitahu sesuai penjelasan menunjang kepentingannya (Sofwan, 2002: 80)
Karena berkas rekam medis milik care provider maka konsekuensinya adalah :
1) Health care provider berhak untuk:
a) Merancang desain rekam medis
b) Berhak menguasai rekam medis
c) Menggunakan isi rekam medis untuk kepentingannya.
d) Memusnahkan rekam medis yang sudah kadaluwarsa.
e) Menyerahkan berkas rekam medis yang sudah kadaluwarsa kepada
pasien. Kebijakan ini lebih baik dari pada memusnahkan sebab tidak
menutup kemungkinan rekam medis tersebut sangat berguna sebagai acuan
diluar masa kadaluwarsa
2) Health care provider berkewajiban untuk:
a) Menyimpan berkas dengan baik sebab didalamnya terdapat data tentang pasien yang sewaktu-waktu diperlukan
b) Menjaga dari kerusakan atau kehilangan
c) Melaporkan berita acara pemusnahan berkas kepada Dirjen Pelayanan Medis
Mengingat isi dari rekam medis merupakan data tentang pasien,
sedangkan pasien sendiri berhak atas informasi maka
konsekuansinya:
1) Pasien berhak :
a) Mengetahui tentang isi rekam medis.
b) Menggunakan isi rekam medis sebagai kepentingannya, misalnya untuk kelengkapan klaim asuransi.
c) Memberikan persetujuan (konsen) atau menolak memberikan
persetujuan kepada pihak lain yang ingin memanfaatkan,
baik individu atau lembaga (korporasi)
2) Health Care Provider
a) Memberikan
isi rekam medis kepada pasien jika diminta, baik dalam bentuk lisan,
salinan pada lembar kertas, fotokopi, baik full copy maupun
sebagian
b) Memberikan
isi rekam medis kepada pihak lain jika syarat yuridisnya terpenuhi,
yaitu ada ijin dari pasien yang bersangkutan
c) Memberikan isi rekam medis kepada penegak hukum jika syarat yuridisnya terpenuhi
b. Sifat Data / Isi Data Rekam Medis
Sebagaimana diterangkan pada bagian penjelasan dari pasal 53
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa pasien
barhak atas rahasia kedokteran. Atas dasar itu maka semua data yang
terdapat dalam rekam medis adalah bersifat konfidensial, dengan
konsekuensi :
1) Pasien berhak untuk :
a) Dijaga kerahasiaan isi rekam medisnya
b) Melepaskan sifat konfidensialitasnya
2) Health care provider berkewajiban:
a) Menjaga kerahasiaan isi rekam medis dari orang-orang yang tidak berkepentingan
b) Memberitahukan isi rekam medis kepada pasien atau keluarganya
jika ia masih anak-anak atau tidak sehat akalnya
c) Memberitahukan isi rekam medis kepada pihak (baik perorangan ataupun korporasi) yang disetujui pasien
c. Pemanfaatan Data / Isi Rekam Medis
Pada hakikatnya rekam medis merupakan sumber data yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai macam kepentingan. Mengingat data tersebut
bersifat konfidensial maka dalam hal penarikan, pemaparan ataupun
penggunaan data untuk berbagai macam kepentingan perlu memperhatikan
aspek hukumnya.
Untuk data medis tanpa identitas (anonymous/ nameless data),
tidak ada masalah hukum yang berarti hal tersebut dapat ditarik
dipaparkan atau digunakan untuk berbagai kepentingan (misalnya
penelitian) tanpa harus meminta izin lebih dahulu kepada pasien yang
bersangkutan. Sedangkan untuk data dengan identitas (by name data) perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Siapa yang meminta data, yaitu:
a) Pasien
b) Penegak hukum
c) Pihak lain
Jika yang meminta penegak hukum harus memperhatikan hukum acara
berlaku dan bila yang meminta pihak lain maka harus ada izin dari pasien
yang bersangkutan.
2) Untuk kepentingan apa, yaitu:
a) Kepentingan yang menguntungkan pihak pasien
b) Kepentingan penegakan hukum (law enforcemen)
c) Kepentingan yang menguntungkan pihak lain
Hal untuk kepentingan penegakan hukum harus memperhatikan hukum
acara yang berlaku dan jika untuk kepentingan yang menguntungkan pihak
lain harus ada izin dari pasien yang bersangkutan (Sofwan, 2002: 81).
3. Hubungan Hukum Kesehatan dengan Rekam Medis
a. Pengertian Rekam Medis
Rekam medis menurut Huffman EK, 1992 adalah rekaman atau catatan
mengenai siapa, apa, mengapa, bilamana, dan bagaimana pelayanan yang
diberikan kepada pasien selama masa perawatan yang memuat pengetahuan
mengenai pasien dan pelayanan yang diperolehnya serta memuat informasi
yang cukup mengidentifikasi pasien, membenarkan diagnosis dan pengobatan
serta merekam hasilnya.
Depkes 2006 mendefinisikan rekam medis sebagai keterangan baik
tertulis dan maupun terekam tentang identitas, anamnese, pemeriksaan
fisik, laboraturium, diagnosa serta segala pelayanan dan tindakan medis
yang diberikan kepada pasien dan pengobatan baik yang rawat inap, rawat
jalan, maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat.
Menurut pasal 1 Permenkes RI nomor 269/Menkes/Per/III/2008 rekam
medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada pasien.
Pertimbangan yang melatar belakangi rekam medis adalah untuk
mendokumentasikan semua kejadian yang berkaitan dengan kesehatan pasien
serta menyediakan sarana komunikasi diantara tenaga kesehatan bagi
kepentingan perawatan penyakitnya yang sekarang maupun yang akan datang.
Oleh sebab itulah, maka semua data medis perlu diungkap dan dicatat
dalam bentuk sedemikian rupa seperti yang telah dikemukakan di atas.
b. Kegunaan rekam medis
1) Sebagai alat komunikasi antara dokter dan antara tenaga ahli lainnya dalam perawatan kepada pasien
2) Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan / perawatan yang harus diberikan kepada seorang pasien
3) Sebagai
bukti tertulis maupun terekam atas segala tindakan pelayanan,
pengobatan dan pengembangan penyakit selama pasien berkunjung / dirawat
di rumah sakit
4) Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian, dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.
5) Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya
6) Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan
7) Sebagai dasar dalam perhitungan biaya pembayaran dan pelayanan medis yang diterima oleh pasien
8) Menjadi
sumber ingatan yang harus didokumentasikam, serta sebagai bahan
pertanggung jawaban dan laporan
Dari beberapa formulir yang ada didalam rekam medis yang berkaitan erat dalam hukum kesehatan adalah informed consent.
Menurut Permenkes Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 1 ayat (1)
Persetujuan tindakan kedokteran (informed consent) adalah persetujuan
yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat
penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran
gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
Semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus
mendapat persetujuan, agar pasien mendapat perlindungan terhadap
tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medis tidak
ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya,
selain itu memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu
kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medis modern bukan tanpa
risiko, dan pada setiap tindakan medis ada melekat suatu risiko
(Permenkes Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3). Persetujuan dapat
diberikan secara tertulis maupun lisan. Jenis persetujuan tindakan medis
antara lain :
1.) Implied
consent yaitu persetujuan yang dianggap telah diberikan walaupun tanpa
pernyataan resmi, yaitu pada keadaan biasa dan pada keadaan darurat.
Pada keadaan darurat yang mengancam jiwa pasien, tindakan menyelamatkan
kehidupan (life saving) tidak memerlukan informed consent
2.) Expresed
consent yaitu persetujuan tindakan medik yang diberikan secara
eksplisit, baik secara lisan (oral) maupun tertulis (writen)
Hakikat informed consent adalah sebagai sarana legitimasi bagi
dokter untuk melakukan intervensi medis yang mengandung risiko serta
akibat yang tidak menyenangkan. Kebanyakan dokter menganggap bahwa
informed consent merupakan alat yang dapat membebaskan mereka dari
tanggung jawab hukum jika terjadi malpraktik. Anggapan seperti itu
keliru dan menyesatkan mengingat malpraktik adalah masalah lain yang
erat kaitannya dengan pelaksanaan yang tidak sesuai standar. Meskipun
sudah mengantongi informed consent, tetapi jika pelaksanaannya tidak
sesuai standar maka dokter tetap harus bertanggung jawab atas kerugian
yang terjadi.
Hakikat yang sebenarnya dari informed consent adalah sarana
legimitasi bagi dokter untuk melakukan intervensi medis yang mengandung
risiko serta akibat yang tidak menyenangkan dan oleh karenanya hanya
dapat membebaskan dokter dari tanggung jawab hukum atas terjadinya
risiko serta akibat yang tidak menyenangkan saja. Pandangan hukum
pidana, informed consent tidak dapat disamakan dengan “consent of the
victim” dan tidak dapat dijadikan alasan pemanfaatan atau penghapusan
malpraktik.
Hakikat lain dari informed consent adalah pernyataan sepihak,
bukan pernyataan dua pihak seperti diduga banyak orang. Oleh sebab itu
dalam hal ini diberikan saran tertulis maka hanya yang bersangkutan saja
yang seharusnya menandatangani pernyataan yang perlu dikemukakan sebab
dalam petunjuk pelakasaan yang dikeluarkan oleh direktorat Jendral
Pelayanan Medis dinyatakan bahwa dokter harus ikut menandatangani
informed consent tertulis sebagai bukti telah memberikan informasi
(Sunny Ummul Firdaus, SH, MH, 2012