Rabu, 05 Februari 2014

Hukum Kesehatan Rekam Medis

Hukum Kesehatan Rekam Medis

A. Hukum Kesehatan
1. Pengertian hukum kesehatan
    Menurut Prof.H.J.J.Leenen, Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan langsung pada pemberian pelayanan kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata, hukum administrasi, dan hukum pidana.
        Hukum kesehatan adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang hubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan yang berupa penerapan, hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi negara dalam kaitan dengan pemeliharaan kesehatan dan yang bersumber dari hukum otonom yang berlaku untuk kalangan tertentu saja, hukum kebiasaan, hukum yurisprudensi, aturan-aturan internasional, ilmu pengetahuan dan literatur yang ada kaitannya dengan pemeliharaan kesehatan (M. Jusuf Hanafiah; Amri Amir, 1999).
        Menurut Prof. Van der Mijn, Hukum kesehatan adalah kumpulan pengaturan yang berkaitan dengan pemberian perawatan dan juga penerapannya kepada hukum perdata, hukum pidana, dan hukum administrasi.
2. Aspek Hukum dalam Rekam Medis
               Ada beberapa hal dari rekam medis yang perlu dipahami dari aspek hukumnya secara benar oleh           semua pihak, baik manager, profesional maupun pasien. Hal-hal penting itu ialah tentang :
   a. Kepemilikan Rekam Medis
            Kalau dilihat bahwa rekam medis dibuat oleh dan utamanya untuk menunjang kepentingan health care provider maka tentunya berkas tersebut milik health care provider walaupun pasien juga bisa ikut memanfaatkannya. Kepemilikan tersebut sebetulnya tidak hanya terbatas pada berkasnya saja, tetapi juga isinya sebab rekam medis tanpa isi sama saja dengan kertas kosong yang tidak ada artinya sama sekali. Oleh sebab itu sudah tepat jika pasal 12 ayat (1) Permenkes nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang rekam medis menegaskan bahwa rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis adalah milik pasien ( Pasal 12 ayat (2)).
            Kesimpulannya adalah bahwa rekam medis milik health care provider sedang isinya bukan milik tetapi tentang pasien, dimana pasien juga berhak mengetahui atau diberitahu sesuai penjelasan Pasal 57 Undang-Undang Kesehatan serta berhak memanfaatkan rekam medis untuk diberitahu sesuai penjelasan menunjang kepentingannya (Sofwan, 2002: 80)
                Karena berkas rekam medis milik care provider maka konsekuensinya adalah :
   1) Health care provider berhak untuk:
     a)  Merancang desain rekam medis
     b)  Berhak menguasai rekam medis
     c)  Menggunakan isi rekam medis untuk kepentingannya.
     d)  Memusnahkan rekam medis yang sudah kadaluwarsa.
    e)  Menyerahkan berkas rekam medis yang sudah kadaluwarsa kepada pasien. Kebijakan ini lebih baik dari pada memusnahkan sebab tidak menutup kemungkinan rekam medis tersebut sangat berguna sebagai acuan diluar masa kadaluwarsa
   2) Health care provider berkewajiban untuk:
     a) Menyimpan berkas dengan baik sebab didalamnya terdapat data tentang pasien yang sewaktu-waktu diperlukan
     b) Menjaga dari kerusakan atau kehilangan
     c) Melaporkan berita acara pemusnahan berkas kepada Dirjen Pelayanan Medis
         Mengingat isi dari rekam medis merupakan data tentang pasien, sedangkan pasien sendiri berhak                   atas informasi maka konsekuansinya:
     1) Pasien berhak :
      a) Mengetahui tentang isi rekam medis.
      b) Menggunakan isi rekam medis sebagai kepentingannya, misalnya untuk kelengkapan klaim asuransi.
      c) Memberikan persetujuan (konsen) atau menolak memberikan persetujuan kepada pihak lain yang                 ingin memanfaatkan, baik individu atau lembaga (korporasi)
     2) Health Care Provider
    a) Memberikan isi rekam medis kepada pasien jika diminta, baik dalam bentuk lisan, salinan pada lembar          kertas, fotokopi, baik  full copy maupun sebagian
    b) Memberikan isi rekam medis kepada pihak lain jika syarat yuridisnya terpenuhi, yaitu ada ijin dari                 pasien yang bersangkutan
    c) Memberikan isi rekam medis kepada penegak hukum jika syarat yuridisnya terpenuhi
  b. Sifat Data / Isi Data Rekam Medis
        Sebagaimana diterangkan pada bagian penjelasan dari pasal 53 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009          tentang Kesehatan bahwa pasien barhak atas rahasia kedokteran. Atas dasar itu maka semua data yang         terdapat dalam rekam medis adalah bersifat konfidensial, dengan konsekuensi :
   1) Pasien berhak untuk :
     a) Dijaga kerahasiaan isi rekam medisnya
     b) Melepaskan sifat konfidensialitasnya
   2) Health care provider berkewajiban:
     a)  Menjaga kerahasiaan isi rekam medis dari orang-orang yang tidak berkepentingan
     b)  Memberitahukan isi rekam medis kepada pasien atau keluarganya jika ia masih anak-anak atau                     tidak sehat akalnya
    c)  Memberitahukan isi rekam medis kepada pihak (baik perorangan ataupun korporasi) yang disetujui               pasien
  c. Pemanfaatan Data / Isi Rekam Medis
        Pada hakikatnya rekam medis merupakan sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam kepentingan. Mengingat data tersebut bersifat konfidensial maka dalam hal penarikan, pemaparan ataupun penggunaan data untuk berbagai macam kepentingan perlu memperhatikan aspek hukumnya.
        Untuk data medis tanpa identitas (anonymous/ nameless data), tidak ada masalah hukum yang berarti hal tersebut dapat ditarik dipaparkan atau digunakan untuk berbagai kepentingan (misalnya penelitian) tanpa harus meminta izin lebih dahulu kepada pasien yang bersangkutan. Sedangkan untuk data dengan identitas (by name data) perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
   1) Siapa yang meminta data, yaitu:
     a) Pasien
     b) Penegak hukum
     c) Pihak lain
        Jika yang meminta penegak hukum harus memperhatikan hukum acara berlaku dan bila yang meminta pihak lain maka harus ada izin dari pasien yang bersangkutan.
   2) Untuk kepentingan apa, yaitu:
     a) Kepentingan yang menguntungkan pihak pasien
     b) Kepentingan penegakan hukum (law enforcemen)
     c) Kepentingan yang menguntungkan pihak lain
        Hal untuk kepentingan penegakan hukum harus memperhatikan hukum acara yang berlaku dan jika untuk kepentingan yang menguntungkan pihak lain harus ada izin dari pasien yang bersangkutan (Sofwan, 2002: 81).
3. Hubungan Hukum Kesehatan dengan Rekam Medis
a. Pengertian Rekam Medis
        Rekam medis menurut Huffman EK, 1992 adalah rekaman atau catatan mengenai siapa, apa, mengapa, bilamana, dan bagaimana pelayanan yang diberikan kepada pasien selama masa perawatan yang memuat pengetahuan mengenai pasien dan pelayanan yang diperolehnya serta memuat informasi yang cukup mengidentifikasi pasien, membenarkan diagnosis dan pengobatan serta merekam hasilnya.
        Depkes 2006 mendefinisikan rekam medis sebagai keterangan baik tertulis dan maupun terekam tentang identitas, anamnese, pemeriksaan fisik, laboraturium, diagnosa serta segala pelayanan dan tindakan medis yang diberikan kepada pasien dan pengobatan baik yang rawat inap, rawat jalan, maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat.
        Menurut pasal 1 Permenkes RI nomor 269/Menkes/Per/III/2008 rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
        Pertimbangan yang melatar belakangi rekam medis adalah untuk mendokumentasikan semua kejadian yang berkaitan dengan kesehatan pasien serta menyediakan sarana komunikasi diantara tenaga kesehatan bagi kepentingan perawatan penyakitnya yang sekarang maupun yang akan datang. Oleh sebab itulah, maka semua data medis perlu diungkap dan dicatat dalam bentuk sedemikian rupa seperti yang telah dikemukakan di atas.
b. Kegunaan rekam medis
   1) Sebagai alat komunikasi antara dokter dan antara tenaga ahli lainnya dalam perawatan kepada pasien
   2) Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan / perawatan yang harus diberikan kepada seorang pasien
   3) Sebagai bukti tertulis maupun terekam atas segala tindakan pelayanan, pengobatan dan pengembangan penyakit selama pasien berkunjung / dirawat di rumah sakit
   4) Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian, dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.
   5) Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya
   6) Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan
   7) Sebagai dasar dalam perhitungan biaya pembayaran dan pelayanan medis yang diterima oleh pasien
   8) Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikam, serta sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan                                                                               
        Dari beberapa formulir yang ada didalam rekam medis yang berkaitan erat dalam hukum kesehatan adalah informed consent.
        Menurut Permenkes Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 1 ayat (1) Persetujuan tindakan kedokteran (informed consent) adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
        Semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan, agar pasien mendapat perlindungan terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medis tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya, selain itu memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medis modern bukan tanpa risiko, dan pada setiap tindakan medis ada melekat suatu risiko (Permenkes Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3).  Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan. Jenis persetujuan tindakan medis antara lain :
   1.) Implied consent yaitu persetujuan yang dianggap telah diberikan walaupun tanpa pernyataan resmi, yaitu pada keadaan biasa dan pada keadaan darurat. Pada keadaan darurat yang mengancam jiwa pasien, tindakan menyelamatkan kehidupan (life saving) tidak memerlukan informed consent
   2.) Expresed consent yaitu persetujuan tindakan medik yang diberikan secara eksplisit, baik secara lisan (oral) maupun tertulis (writen)
        Hakikat informed consent adalah sebagai sarana legitimasi bagi dokter untuk melakukan intervensi medis yang mengandung risiko serta akibat yang tidak menyenangkan. Kebanyakan dokter menganggap bahwa informed consent merupakan alat yang dapat membebaskan mereka dari tanggung jawab hukum jika terjadi malpraktik. Anggapan seperti itu keliru dan menyesatkan mengingat malpraktik adalah masalah lain yang erat kaitannya dengan pelaksanaan yang tidak sesuai standar. Meskipun sudah mengantongi informed consent, tetapi jika pelaksanaannya tidak sesuai standar maka dokter tetap harus bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi.
        Hakikat yang sebenarnya dari informed consent adalah sarana legimitasi bagi dokter untuk melakukan intervensi medis yang mengandung risiko serta akibat yang tidak menyenangkan dan oleh karenanya hanya dapat membebaskan dokter dari tanggung jawab hukum atas terjadinya risiko serta akibat yang tidak menyenangkan saja. Pandangan hukum pidana, informed consent tidak dapat disamakan dengan “consent of the victim” dan tidak dapat dijadikan alasan pemanfaatan atau penghapusan malpraktik. 
        Hakikat lain dari informed consent adalah pernyataan sepihak, bukan pernyataan dua pihak seperti diduga banyak orang. Oleh sebab itu dalam hal ini diberikan saran tertulis maka hanya yang bersangkutan saja yang seharusnya menandatangani pernyataan yang perlu dikemukakan sebab dalam petunjuk pelakasaan yang dikeluarkan oleh direktorat Jendral Pelayanan Medis dinyatakan bahwa dokter harus ikut menandatangani informed consent tertulis sebagai bukti telah memberikan informasi (Sunny Ummul Firdaus, SH, MH, 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar