Minggu, 07 April 2013

ELECTRONIC HEALTH RECORD (EHR) atau REKAM KESEHATAN ELEKTRONIK: Change in the HIM Department

Hosizah*
Abstrak

Electronic Health Record (EHR) sudah banyak digunakan di berbagai rumah sakit di dunia sebagai pengganti atau pelengkap rekam kesehatan berbentuk kertas. Di Indonesia dikenal dengan Rekam Kesehatan Elektronik (RKE). Sejak berkembangnya e-Health, EHR menjadi jantung informasi dalam sistem informasi rumah sakit. EHR sudah mulai  digunakan di beberapa rumah sakit di Indonesia khususnya rumah sakit dengan penanam modal asing (PMA), namun demikian para tenaga kesehatan dan pengelola sarana pelayanan kesehatan masih ragu untuk menggunakannya karena belum ada peraturan perundangan yang secara khusus mengatur penggunaannya.
Sejak dikeluarkannya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 11 Tahun 2008 telah memberikan jawaban atas keraguan yang ada. UU ITE telah memberikan peluang untuk implemetasi  EHR. Artikel ini hasil studi pustaka tentang implementasi EHR, mencakup: studi kasus pemakaian EHR (Journal AHIMA), dampak EHR pada fungsi-fungsi Manajemen Informasi Kesehatan (MIK) dan pengujian penerimaan EHR.
Kata kunci: UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), Electronic Health Record (EHR), HIM (Health Information Management)

I.       Latar Belakang

Penyelenggaraan Rekam Medis di rumah sakit Indonesia dimulai Tahun 1989 sejalan dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.749a/Menkes/PER/XII/1989 tentang Rekam Medis, yang mana pengaturannya masih mencakup rekam medis berbasis kertas (konvensional). Rekam medis konvensional dianggap tidak tepat lagi untuk digunakan di abad 21 yang menggunakan informasi secara intensif dan lingkungan yang berorientasi pada otomatisasi pelayanan kesehatan dan bukan terpusat pada unit kerja semata.
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang melanda dunia telah berpengaruh besar bagi perubahan pada semua bidang, termasuk bidang kesehatan. Hal ini sesuai dengan program yang dicanangkan oleh pemerintah seperti tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2004 – 2009 yang menjelaskan bahwa “Arah kebijakan Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi difokuskan pada enam bidang prioritas, antara lain pengembangan teknologi dan informasi dan pengembangan teknologi kesehatan dan obat-obatan.
Salah satu penggunaan teknologi informasi (TI) di bidang kesehatan yang menjadi tren dalam pelayanan kesehatan secara global adalah rekam kesehatan elektronik. Selama ini rekam medis mengacu pada Pasal 46 dan Pasal 47 UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Permenkes No.269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medis sebagai pengganti dari Peraturan Menteri Kesehatan  No.749a/Menkes/PER/XII/1989.
Undang-undang No.29 Tahun 2004 sebenarnya telah diundangkan saat EHR sudah banyak digunakan, namun belum mengatur mengenai EHR.  Begitu pula Peraturan Menteri Kesehatan No.269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medis belum sepenuhnya mengatur mengenai EHR. Hanya pada Bab II pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa “Rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik”. Secara tersirat pada ayat tersebut memberikan ijin kepada sarana pelayanan kesehatan membuat rekam medis secara elektronik (EHR).
Penyelenggaraan EHR di rumah sakit sejalan dengan adanya tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang semakin berkualitas, karena salah satu keuntungan yang dapat diperoleh dengan EHR yaitu mencegah kejadian medical error melalui tiga mekanisme yaitu (1) pencegahan adverse event, (2) memberikan respon cepat segera setelah terjadinya adverse event dan (3) melacak serta menyediakan umpan balik mengenai adverse event. (Anis Fuad)
Keuntungan lain dari EHR yaitu dapat memberikan peringatan dan kewaspadaan klinik (clinical alerts and reminders), hubungan dengan sumber pengetahuan untuk menunjang keputusan layanan-kesehatan (health care decision support) dan analisis data agregat (Johan Harlan).
Selain itu dengan adanya EHR memungkinkan terselenggaranya komunikasi silang yang semakin kompleks antara sesama tenaga kesehatan dengan berbagai pihak yang sama-sama memberikan pelayanan kepada pasien  di sarana pelayanan kesehatan, dan EHR juga dapat digunakan sebagai salah satu masukan penting dalam  mengukur keberhasilan program kesehatan di instansi pelayanan yang ada. (Menkes RI, 2005).
Saat ini di Indonesia tercatat sekitar 1300 RS dan ribuan puskesmas (Menkes RI) yang tentunya pemerintah perlu memikirkan rancangan induk (grand disain) EHR yang disusun secara strategis per regional meliputi wilayah Indonesia Timur, Tengah dan Barat. Rancangan EHR tersebut tentunya harus dapat mengatasi hal-hal yang sering terjadi pada rekam medis berbasis kertas antara lain: (1) Aksesibilitas informasi kesehatan pasien belum real time, (2) kelengkapan, keakuratan dan keamanan informasi kesehatan pasien masih rendah, (3) Pemanfaatan data pasien dalam pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi di sarana pelayanan kesehatan oleh para pengelola sarana pelayanan kesehatan belum optimal, (4) Data pasien belum dioptimalkan oleh para tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan secara berkesinambungan dalam rangka pelayanan yang efektif dan efisien.
  1. II. Pengertian dan Kegunaan EHR
  1. A. Pengertian EHR
Rekam Kesehatan Elektronik atau Electronic Health Record sering disingkat EHR. EHR merupakan kegiatan mengkomputerisasikan isi rekam kesehatan dan proses yang berhubungan dengannya[1]. Pada awalnya rekam kesehatan di Indonesia masih dikenal dengan istilah rekam medis yang sampai saat inipun sebagian rumah sakit di Indonesia masih menggunakan istilah yang sama. Rekam Medis adalah “Himpunan fakta tentang kehidupan seorang pasien dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan lampau yang ditulis oleh para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien”. (Huffman, 1999)
Berdasarkan SK Menteri Kesehatan Nomor:269/Menkes/PER/III/2008 tentang rekam medis menjelaskan bahwa  rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Bab I pasal 1).
Rekam medis yang memuat informasi evaluasi keadaan fisik dan riwayat penyakit pasien amat penting dalam perencanaan dan koordinasi pelayanan pasien, bagi evaluasi lanjut serta menjamin kontinuitas pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu kelengkapan, keakuratan dan ketepatan waktu pengisian harus diupayakan dalam organisasi kesehatan karena amat penting bagi kelayakan tindakan pelayanan dan rujukan.
EHR bukanlah sistem informasi yang dapat dibeli dan diinstall seperti paket word-processing atau sistem informasi pembayaran dan laboratorium yang secara langsung dapat dihubungkan dengan sistem informasi lain dan alat yang sesuai dalam lingkungan tertentu.
EHR merupakan sistem informasi yang memiliki framework lebih luas dan memenuhi satu set fungsi, menurut Amatayakul Magret K dalam bukunya Electronic Health Records: A Practical, Guide for Professionals and Organizations harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
  • Mengintegrasikan data dari berbagai sumber (Integrated data from multiple source)
  • Mengumpulkan data pada titik pelayanan (Capture data at the point of care)
  • Mendukung pemberi pelayanan dalam pengambilan keputusan (Support caregiver decision making).
Sedangkan Gemala Hatta menjelaskan bahwa EHR terdapat dalam sistem yang secara khusus dirancang untuk mendukung pengguna dengan  berbagai kemudahan fasilitas untuk kelengkapan dan keakuratan data; memberi tanda waspada; peringatan; memiliki sistem untuk mendukung keputusan klinik dan menghubungkan data dengan pengetahuan medis serta alat bantu lainnya.
WHO juga memiliki pandangan yang berbeda tentang pengertian EHR, yang berlandaskan pada beberapa perbedaan penerapan EHR di beberapa negara. Namun demikian, WHO menjelaskan bahwa EHR idealnya harus mampu:
  • Collect clinical, administrative and financial data at the point time;
  • Exchange data more easily between health professionals to facilitate continuing care;
  • Measure clinical improvement and health outcomes, compare the outcomes againts benchmarks and facilitate research and clinical trials;
  • Provide valuable statistical data in a timely and efficient manner to public health and goverment ministries (such reporting of health data is important in the detection and monitoring of disease outbreaks, as well as providing meaningful and accurate statistics to measure the health status of the population; and Support management in administrative and financial reporting and other processes.
  1. B. Komponen EHR

Menurut Johan Harlan, komponen fungsional EHR, meliputi:
  • Data pasien terintegrasi
  • Dukungan keputusan klinik
  • Pemasukan perintah klinikus
  • Akses terhadap sumber pengetahuan
  • Dukungan komunikasi terpadu
Komponen EHR secara lengkap dapat dilihat pada gambar 1, di bawah ini:


Gambar 1. Komponen EHR
Untuk menunjang keberhasilan dalam membangun EHR di rumah sakit, institusi dan vendor juga harus melihat dan mempertimbangkan komponen dasar EHR seperti di bawah ini:
  1. Sistem Sumber
Adalah pengambilan data untuk menunjang infrastruktur yang berkaitan dengan EHR, meliputi:
-                                                                                        Sistem administrasi
-                                                                                        Financial/keuangan
-                                                                                        Data klinis dari unit-unit
  1. Pengintegrasian data
-          Repository (gudang data) yang memusatkan data dari berbagai komponen lain atau cara lain untuk mengintegrasikan data.
-          Rules Engine, yang menyediakan program logic yang dapat dipakai untuk menunjang keputusan seperti; kewaspadaan dan pernyataan, daftar permintaan (order set) dan protokol klinis.
-
Gambar 2: Kriteria EHR
Sumber pengetahuan, yakni membuat informasi yang selalu tersedia bagi kepentingan sumber-sumber luar.
-          Gudang data (data warehouse) data spesifik yang dapat diproses (yakni data agregat dan data yang akan dianalisis) yang menghasilkan informasi yang amat berguna.
  1. c. Human interface
-          Memperoleh data dalam waktu yang tepat bagi pelayanan (at the point of care) dan kemampuan untuk mengakses data, aturan dan proses data (mined data) melalui data agregat dan analisis data.
-
Sumber: Computer based Patient Record Institute (CPRI)
Pengambilan keputusan untuk menunjang pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara apapun termasuk memasukkan dan mengeluarkan data melalui: terminal komputer, komputer pribadi, PC, Notebook, PDA, sistem pengenalan suara, tanda tangan dll.
Komponen dasar EHR dapat dilihat pada gambar 2, berikut ini:

III. Implementasi EHR di Saryankes

Salah satu aspek yang paling sulit dalam menerapkan EHR adalah pada tahapan implementasi. Ada beberapa alternatif implementasi yaitu:
  • Implementasi seluruh fungsi di semua unit (instalasi) pada saat yang sama secara menyeluruh di rumah sakit,
  • Implementasi seluruh fungsi pada satu unit (instalasi). Jika di lokasi tersebut sudah stabil, kemudian dilanjutkan ke seluruh lokasi lain pada saat yang sama,
  • Implementasi fungsi-fungsi terbatas pada seluruh unit (instalasi), misalnya permintaan tes laboratorium secara elektronik. Jika fungsi ini sudah menjadi bagian dari kegiatan klinik secara rutin, kemudian menerapkan lebih banyak fungsi lagi,
  • Kombinasi dari pendekatan-pendekatan di atas, misalnya menerapkan fungsi terbatas pada satu lokasi. Jika fungsi tersebut sudah stabil, kemudian memperluas berbagai fungsi pada lokasi tersebut dan kemudian diperluas ke berbagai unit di seluruh rumah sakit.
Keuntungan yang dapat diperoleh dengan EHR yaitu mencegah kejadian medical error melalui tiga mekanisme yaitu:
  1. Pencegahan adverse event,
  2. Memberikan respon cepat segera setelah terjadinya adverse event dan
  3. Melacak serta menyediakan umpan balik mengenai adverse event. (Anis Fuad)
Kelemahan EHR di Saryankes:
  • Membutuhkan investasi awal yang lebih besar daripada rekam medis kertas, untuk perangkat keras, perangkat lunak dan biaya penunjang
  • Waktu yang diperlukan oleh key person dan dokter untuk mempelajari sistem dan merancang ulang alur kerja.
  • Konversi rekam medis kertas ke EHR membutuhkan waktu, sumber daya, tekad dan kepemimpinan
  • Risiko kegagalan sistem komputer
  • Masalah pemasukan data oleh dokter
  • Analisis data agregat
Beberapa permasalahan yang akan muncul pada sistem EHR, yaitu
  • Pemasukan data (data entry), meliputi: pengambilan data (data capture), input data, pencegahan error, data entry oleh dokter,
  • Tampilan data (data display), meliputi: flowsheet data pasien, Ringkasan dan abstrak, turnaround documents, tampilan dinamik,
  • Sistem kuiri (tanya; query) dan surveilans, meliputi pelayanan klinik, penelitian klinik, studi retrospektif dan administrasi.
Isu utama yang harus di atasi menurut Johan Harlan, yaitu: (1) Kebutuhan terhadap standar di bidang terminology klinik, (2) Keperdulian terhadap privacy, kerahasiaan, dan keamanan data, (3) Penentangan terhadap pemasukan data (data entry) oleh dokter dan (4) Kesulitan sehubungan dengan integrasi system rekam medis dengan sumber informasi lain dalam pelayanan kesehatan.
IV. Strategi Implementasi dan  Pengembangan EHR

Faktor yang mendukung adopsi EHR di saryankes:
  • Perubahan ekonomi kesehatan dengan adanya trend untuk melakukan penghematan,
  • Peningkatan komputer literacy dalam populasi umum, termasuk generasi baru klinikus,
  • Perubahan kebijakan pemerintah,
  • Peningkatan dukungan terhadap komputasi klinik.
Faktor-faktor yang menghambat adopsi EHR:
  1. Pihak Manajemen RS
-          Ketidakmatangan teknologi, termasuk disparitas antara tingkat pertumbuhan kapasitas perangkat keras dengan tingkat produktivitas pengembangan perangkat lunak
-          Butuh modal awal untuk investasi
-          Penyelesaian dan instalasi perangkat lunak seringkali terlambat dari yang direncanakan
-          Perbaikan untuk implementasi butuh tambahan biaya besar dan waktu yang lama
-          Permasalahan pada pengembangan perangkat lunak meningkatkan resistensi lokal dan menurunkan produktivitas klininikus.
  1. Pihak Klinikus
-          Aplikasi tidak ramah pada pengguna,
-          Fokus utama administrator kesehatan tertuju pada sistem keuangan,
-          Membutuhkan waktu yang lama untuk penanganan pasien khususnya dalam pengisian data
-          Sistem EHR meningkatkan dokter menyelesaikan pengumpulan informasi secara intensif, tetapi sulit memfokuskan perhatian pada aspek komunikasi lain dengan pasien,
-          EHR memerlukan terlalu banyak langkah untu menyelesaikan tugas sederhana,
-          EHR tidak efektif mengakomodasi dengan masalah berganda,
-          Dekstop di ruang periksa mengganggu arah posisi duduk dokter dan pasien,
-          Keamanan desktop di ruang periksa tidak terjamin jika pengunjung membawa anak-anak yang sangat aktif.
Berdasarkan beberapa hal yang diketahui dalam implementasi EHR, maka diperlukan standar EHR untuk meningkatkan kualitas dan pengembangan kebijakan kesehatan, yaitu (1) Mengurangi biaya pengembangan, (2) Meningkatkan keterpaduan data, (3) Memfasilitasi pengumpulan data agregat yang bermakna.
Sebagai strategi dalam implementasi EHR yang pertama, yaitu perlu adanya pemilihan Sistem EHR di sarana pelayanan kesehatan, melalui tahapan:
  1. Penelusuran kebutuhan
    1. Tim kerja/komite
Merupakan komponen yang esensial dalam asesmen dan seleksi sistem. Kepemimpinan tim ini bisa berdampak pada kesuksesan atau kegagalan proyek. Tim ini umumnya dipimpin oleh seorang manajer atau direktur pelayanan informasi atau orang yang memiliki posisi administratif yang menentukan dalam struktur di organisasi tersebut
  1. Konsultan
Konsultan dapat dibutuhkan dan dilibatkan dalam setiap tahap seleksi sistem termasuk tahap penelusuran kebutuhan.
  1. Pengembangan visi
Pada tahap ini sudah harus bisa direfleksikan visi, misi, tujuan, lingkup pelayanan dari organisasi. Hal-hal ini harus mengidentifikasi bagaimana langkah pengembangan dari organisasi akan dapat meningkatkan pelayanan terhadap konsumen/klien (termasuk misalnya meningkatkan arti dan keakuratan data klien, peningkatan kualitas dan juga peningkatan kenyamanan kerja karyawan).
  1. Pemahaman sistem yang ada
Dengan memahami keadaan tentang bagaimana saat ini proses pencatatan data, pemrosesan dan pendayagunaan informasinya bisa menjadi ”starting point” dalam penelusuran kebutuhan.
Metode yang dapat digunakan untuk kebutuhan ini meliputi wawancara (dengan atau tanpa kuesioner) dan observasi terhadap kegiatan harian dalam lingkup yang akan dikembangkan.
Tujuan yang ingin dicapai dalam tahap ini adalah untuk mengetahui:
-          jenis informasi apa saja yang dibutuhkan oleh setiap pengguna
-          siapa saja yang menggunakan informasi yang dihasilkan oleh sistem
-          bagaimana informasi tersebut didayagunakan
-          di tingkat mana saja dan dalam konteks apa saja informasi tersebut dibutuhkan
-          media apa saja yang dibutuhkan dalam penangkapan data dan penyampaian informasinya.
  1. Penentuan kebutuhan sistem
Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan sistem adalah dengan interview terhadap staf dari setiap unit atau area kerja yang terkait. Interviewer harus menanyakan informasi apa saja yang dibutuhkan oleh unit tersebut dan apa yang diinginkan tapi tidak bersifat esensial (tidak harus ada). Hal yang ”dibutuhkan” selanjutnya akan termasuk dalam kriteria necessary/must sedangkan hal yang ”diinginkan” akan termasuk dalam kriteria desired/wants.
Contoh informasi yang esensial tentang klien misalnya nama pasien, dokter yang merawat, dan informasi tentang asuransinya. Hal yang tidak dibutuhkan saat ini (wants) bisa ditelaah lagi apakah memang akan menjadi penting pada saat yang akan datang, misalnya penerapan teknologi pengenal suara/voice recognation.
Sebagai strategi lain dalam implementasi EHR, yaitu harus diantisipasi adanya kesalahan (error) yang mungkin terjadi, yakni error within dan error without.
  1. The Errors Within (Intrinsic risk factors): Intrinsic risk factors are anticipated sources of errors, which are within the control of the information producer or user, include:
-    Design: Proses disain mendefinisikan kebutuhan users, fungsi sistem dan alur kerja sistem
-    Data; perlu adanya standarisasi (alur data)
-    Deployment; ujicoba sistem baru
-    Development; fase pengembangan konstruksi dan verifikasi disain system
-    Detection; Deteksi kesalahan perlu dilakukan
  1. 2. The Errors Without (Extrinsic risk factors): Extrinsic risk factors are unanticipated errors caused by factors outsides of the system and beyond the control of information producers or users, include:
-          Change; perlu adanya perubahan-perubahan sesuai perkembangan
-          Communication; diperlukan antar para pengguna (users)
-          Complexity; banyaknya variasi komponen dan interface pada sistem RKE
-          Corruption
-          Conversion; terjadi pada penyatuan, pemisahan dan transformasi informasi ke media lain
Teknologi penunjang EHR merupakan strategi keberhasilan implementasi EHR, yaitu:
  1. Teknologi dan Kualitas Data; teknologi dan database serta manajemen basis data
    1. Aplikasi
    2. Pelayanan rawat jalan
    3. Pelayanan rawat inap
    4. Penunjang diagnostik
    5. Lain-lain: registrasi, statistik kesehatan, riset dan epidemiologi dll
    6. Tipe Data, Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
      1. Tipe Data: tulisan, angka, suara, image/film, video, gambar, tanda (EEG dan ECT)
      2. Perangkat keras (Hardware); pheriperal equipment (CD Rom), Data input device (workstation dan PC), Output Devicenya (printer dan modem)
      3. Perangkat lunak (Software); programming language, database.
      4. Lain-lain.
Hasil survey Capgemini seperti dijelaskan pada jurnal American Health Information Management Association (AHIMA) Januari 2005 bahwa 90% pimpinan dari sarana pelayanan kesehatan merencanakan untuk menerapkan EHR dalam enam bulan yang akan datang. Lebih dari 50% responden mengatakan sudah melakukan diskusi internal atau rapat yang membahas tentang penerapan EHR serta para pimpinan tersebut telah mengembangkan analisis keuangan terhadap dampak penerapan EHR. Pada survey tersebut juga diperoleh informasi bahwa lebih dari 70% responden setuju bahwa penerapan EHR akan memberikan keuntungan finansial.
Modal atau investasi awal merupakan barrier utama dalam penerapan EHR. Kendala-kendala lain dalam penerapan EHR meliputi: (1) Physician resistance, (2) Lack of technology standards, (3) Staff workload.
Beberapa renponden juga menyatakan bahwa budaya pelayanan kesehatan masa kini merupakan barrier pada EHR. Berdasarkan survey ini juga dijelaskan bahwa perbedaan luas adopsi EHR memerlukan perubahan utama perilaku, aliran kerja (workflows), hubungan antara organisasi kesehatan. Para pimpinan menyarankan kepada pemerintah untuk:
-    Mengembangkan standar teknologi (developed technology standards),
-    Menyediakan subsidi keuangan untuk mendorong penerapan EHR (provide subsidies or tax credits to encourage adoption of EHRs),
-    Menjalankan tugas (mandate compliance),
-    Mengedukasi para dokter dan masyarakat tentang keuntungan EHR (educate physicians and the public about EHR benefits),
-    Menetapkan departemen pusat untuk menyediakan pandangan secara nasional (establish a federal department to provide national oversight).

V. Change in the HIM Department

Implementasi EHR di Sarana Pelayanan Kesehatan yang saat ini menjadi isu hangat akan  berdampak di dalam perubahan penyelenggaraan unit kerja Rekam Medis dan Informasi Kesehatan (HIM Deparment). Unit kerja RMIK semula yang berbasis ruang kerja ke depan akan menjadi “Department without Walls”, “No handling of paper charts, no filing of loose sheets,  and no photocopying of records” and Coding of diagnoses and procedures is already being performed successfully online.
Peran profesional MIK yang akan datang mencakup: Manajer MIK, Spesialis data klinis, Koordinator informasi pasien, Manajer kualitas data, Manajer sekuritas informasi, Administrator sumber data, dan Riset dan spesialis penunjang keputusan.
Beberapa fungsi yang selama ini dilakukan oleh para praktisi RMIK, akan bergeser menjadi lebih sedikit dan sebagian lagi akan ditiadakan. Secara rinci beberapa fungsi dan pergeserannya akan dibahas pada artikel “Peran Profesional MIK dalam EHR” edisi yang akan datang.

VI.  Penutup

Implementasi EHR merupakan suatu tuntutan dan kebutuhan bagi setiap sarana pelayanan kesehatan yang dipicu oleh peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Untuk itu diperlukan pemahaman bersama dalam strategi imlementasi EHR.
Kunci sukses implementasi EHR di saryankes tidak terlepas dari peran serta pemerintah dalam menyiapkan kebijakan terkait dengan implementasi EHR antara lain: Standarisasi model EHR yang sesuai di sarana pelayanan kesehatan Indonesia, Peraturan Pemerintah sebagai penjabaran dari UU ITE No. 11 tahun 2008 dan Pedoman pelaksanaan EHR di saryankes termasuk standarisasi istilah-istilah data dasar yang diperlukan dalam EHR.
Professional Rekam Medis dan Infomasi Kesehatan atau Manajemen Informasi Kesehatan (MIKI) wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang TIK untuk mengantisipasi beberapa peran professional MIK yang akan datang.

Daftar Pustaka

Abdelhak Mervat, et.al. Health Information Management of Strategic Resource. W.B. Saunders Company, 2002
Amatayakul Margret K., Electronic Health Records: A Practical Guide for Professionals and Organizations, American Health Information Management Assosiation (AHIMA), Chicago Illinois, 2004
Berg Marc, Health Information Management Integrating Information Technology in Health Care Work, Routledge, New York, 2004
Deborah Kohn, When the Writ Hits the Fan: The Importance of Managing Electronic Health Records (EHR), Journal AHIMA, September 2004 – 75/8
Fuad Anis, Persiapan Tenaga Medis dalam Persiapan RKE di Indonesia, Makalah dalam seminar sehari Rekam Kesehatan Elektronik, Jakarta 2005
Fuad Anis, Teknologi Informasi untuk Keselamatan Pasien, (artikel elektronik) diakses tanggal 14 Mei 2008, http://www.desentralisasi-kesehatan.net
Hagland Mark, Clinic EHR Streamlines HIM Department, Journal AHIMA, March 2003 – 74/3
Hatta Gemala, Paradigma Baru Rekam Medis: Manajemen Informasi Kesehatan, Makalah dalam seminar sehari Rekam Kesehatan Elektronik, Jakarta 2005
Hanson Susan P., The EHR in India, Journal AHIMA, January 2005 – 76/1
Harlan Johan, Dari Rekam Medik Kertas ke Rekam Kesehatan Elekronik, (artikel elektronik) diakses tanggal 14 Mei 2008.
Huffman, Edna K., Health Information Management, 10th Ed. Berwyn, Illinois: Physicians’ Record Company, 1999
Latour Kathleen M., Shirley Eichenwald. Health Information Management: Concepts, Principles and Practice. Chicago Illinois: American Health Information Management Association (AHIMA), 2002
Madhavan Nayar and Sharon Miller, Anticipating Error: Identifying Weak Links in the Electronic Healthcare Environment, Journal AHIMA, September 2004 – 75/8
Menteri Kesehatan, 2008: Peraturan Menteri Kesehatan Nomor. 269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medis, Depkes RI, Jakarta
Mon Donald T., E-HIM Fundamentals: Defining the Differences between the CPR, EMR, and EHR, Journal AHIMA, October 2004 – 75/9
Rollins Gina, Turning a Physician Practice on Its Head: Kaisar Leader Reveals the Challenges, Benefits of EHR, Journal AHIMA, March 2003 – 74/3
Shortliffe Edward H., Leslie E. Perreault. Medical Informatics: Computer Applications in Health Care. Addison-Wesley Publishing Company, Inc. 1990
Sub. Dit. Keterapian Fisik Direktorat Keperawatan dan Keteknisian Medik, Dirjen Yanmed Depkes RI, Draft Rancangan Rekam Kesehatan Elektronik (RKE), Jakarta, 2005
World Health Organization, Medical Record Manual for Developing Countries, Geneva, 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar